Kompas.id, Senin, 29 April 2024
Kompas
Pemberian anggaran 5 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kelurahan yang tertuang dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta bukanlah kebijakan baru. Selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengucurkan anggaran dengan nilai yang sama untuk setiap kelurahan melalui berbagai sektor.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Senin (29/4/2024). mengatakan, kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) itu sudah lama dijalankan. Namun, selama ini dananya disalurkan langsung ke satuan kerja di kelurahan.
”Sebenarnya DKI Jakarta sudah menerapkan itu melalui sektor samping, yaitu seksi-seksi yang ada di kelurahan, seperti Bina Marga dan dinas sosial,” kata Heru.
Heru mencontohkan, untuk anggaran perbaikan jalan di kelurahan, dialokasikan melalui Bina Marga DKI Jakarta. Begitu pula dengan jaminan sosial melalui dinas sosial. Ia memandang yang membedakan hanyalah mekanisme semata.
Heru menyebut, UU DKJ mempertegas anggaran yang disediakan harus langsung dikucurkan dan dikelola kelurahan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun bakal menyusun skema pelaksanaan aturan tersebut dan menghimpun masukan dari berbagai pihak.
Heru menegaskan, alokasi 5 persen APBD untuk kelurahan berbeda dengan aturan dana desa di wilayah lain. Pada dana desa, kepala desa langsung yang mengelola. Kelurahan di Jakarta adalah bagian dari struktur organisasi di Pemprov Jakarta dan anggaran untuk kelurahan di Jakarta berasal dari APBD Jakarta.
”Dengan begitu, pengelolaannya tetap diatur oleh pemerintah provinsi, yakni para PNS. Lurah adalah bagian dari struktur organisasi, yaitu struktural perangkat daerah,” kata Heru.
Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menambahkan, pihaknya bakal mendengar penjelasan utuh dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Mei mendatang terkait anggaran tersebut. Sebab, dalam prosesnya, setiap usulan APBD, termasuk perubahan, harus dievaluasi Kemendagri.
Sigit menyebut, Pemprov DKI sejauh ini belum memiliki gambaran terkait hal-hal pengalokasian 5 persen APBD untuk kelurahan. Pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan rencana pengalokasian anggaran itu.
”Pemprov DKI hanya ingin memanfaatkan APBD 5 persen untuk kelurahan secara baik agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Misalnya, anggaran 5 persen tersebut untuk sektor pendidikan ditingkat kelurahan butuh berapa persen dan concern ke arah mana,” kata Sigit.
Sigit menambahkan, penjelasan dari Kemendagri nantinya sangat penting agar kelurahan bisa memanfaatkan dana tersebut, termasuk sumber daya manusianya. Sebab, pemanfaatan anggaran 5 persen untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan harus melalui pelayanan yang benar.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Daerah Khusus Jakarta diwajibkan mengalokasikan 5 persen APBD untuk operasional kelurahan di seluruh wilayah. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menjelaskan, kewajiban mengalokasikan 5 persen APBD untuk kelurahan sudah diatur dalam Undang-Undang DKJ.
“Anggaran ini untuk menjaga pemerataan pembangunan. Kami sepakat akhirnya minimal 5 persen dana APBD wajib disalurkan sampai ke kelurahan,” ujar Suhajar (Kompas.id, Senin, 22/4/2024).
Menurut Suhajar, kebijakan itu merupakan salah satu wujud dari kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk memberi ruang, akses, dan peluang lebih besar bagi pemerintah DKJ untuk berkembang. Kebijakan minimal 5 persen APBD untuk kelurahan dibagi berdasarkan beban kerja dan wilayah administratif kelurahan untuk menyelesaikan masalah sosial ke masyarakat.
Suhajar menyebutkan, prioritas utama anggaran tersebut adalah untuk membantu para lansia tanpa mata pencarian, pendidikan gratis bagi anak yatim piatu, dan modal kerja bagi penyandang disabilitas. Kemudian, juga program perbaikan gizi anak balita di bawah garis kemiskinan dan pembukaan lapangan kerja bagi anak putus sekolah.
Terlalu besar
Menanggapi kebijakan itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mempertanyakan urgensi memberikan anggaran kelurahan di Jakarta minimal 5 persen dari APBD. Menurut dia, aturan dalam UU DKJ mirip dengan kebijakan Dana Desa yang berlaku di daerah lain.
Ketua DPRD DKI Jakarta fraksi PDI-P Prasetyo Edi Marsudi menilai anggaran kelurahan yang besarannya ditetapkan minimal 5 persen dari APBD itu sebenarnya terlalu besar. Apalagi, kebutuhan setiap wilayah berbeda-beda.
“Anggarannya termasuk besar sekali. Sekarang apa kepentingannya di setiap wilayah? Misal di suatu kelurahan tidak banyak keperluan, terus uangnya mau diapakan?” kata Prasetyo.
Anggarannya termasuk besar sekali. Sekarang apa kepentingannya di setiap wilayah?
Menurut Prasetyo, aturan di dalam UU DKJ tersebut mirip dengan kebijakan dana desa yang berlaku di daerah lain. Selain itu, permasalahan yang dihadapi di setiap kelurahan di Jakarta juga berbeda-beda sehingga anggaran belum menjadi faktor utama dalam mengoptimalkan tugas setiap kelurahan.
“Kebijakan ini tidak sesuai jika diterapkan di Jakarta karena persoalan tiap kelurahan berbeda. Apalagi wilayahnya tergolong kecil dan sudah dikelola tingkat kecamatan serta kota. Seharusnya, sebelum membuat kebijakan ini, DPR RI selaku penyusun UU DKJ membahasnya terlebih dulu dengan DPRD DKI,” ujarnya.