JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2020. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, meski memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), lembaganya menemukan sejumlah temuan masalah yang bisa berujung pada kerugian negara. “Permasalahan itu terdiri dari 28 persen kelemahan sistem, 29 persen ketidakpatuhan, dan 43 persen ketidakhematan, ketidakefisienan, hingga ketidakefektifan,” jelas Agung dikutip dari Kompas TV, Minggu (27/6/2021). Pada masalah akibat ketidakpatuhan, BPK melaporkan ada 2.026 permasalahan dengan nilai kerugian mencapai Rp 12,64 triliun.
Rinciannya terdiri dari 729 masalah yang menyebabkan kerugian senilai Rp 1,24 triliun, 151 masalah dengan potensi kerugian senilai Rp 1,89 triliun, dan 293 masalah karena kurang penerimaan senilai Rp 9,51 triliun. “Selain itu, terdapat 853 permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan penyimpangan administrasi. Kemudian BPK juga menemukan 2.988 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan yang nilainya mencapai Rp 3,98 triliun,” ungkap Agung.
Terdiri dari 175 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp654,34 miliar, 13 permasalahan ketidakefisienan sebesar Rp 1,50 miliar, dan 2.800 permasalahan ketidakefektifan sebesar Rp 3,33 triliun. Atas permasalahan yang ditemukan, BPK memberikan 13.363 rekomendasi.
“Terhadap rekomendasi BPK tersebut, beberapa pejabat entitas telah menindaklanjuti antara lain dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp 156,49 miliar atau 1,2 persen dari nilai permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial sebesar Rp12,64 triliun,” jelas Agung. Masalah pengelolaan dana PEN Sementara itu dikutip dari Kontan, BPK juga menyebutkan ada permasalahan dalam pelaksanaan program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) dan program di luar PC PEN. Khusus program yang tidak terkait PC-PEN, BPK setidaknya menemukan 6 permasalahan. Pertama, pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp 21,57 triliun dan 8,26 juta dollar AS serta kewajiban negara minimal sebesar Rp 16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual. Serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp 1,75 triliun.
Kedua, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp 15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Ketiga, realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa dana abadi penelitian, kebudayaan, dan perguruan tinggi sebesar Rp 8,99 triliun dititipkan pada Rekening Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan. Kempat, penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak belum memadai. Kelima, terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pendanaan pengadaan tanah proyek strategis nasional (PSN) oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan laporan hasil verifikasi (LHV) BPKP.
Keenam, pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun. “Atas permasalahan-permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN tahun mendatang, untuk ditindaklanjuti,” ujar Agung saat rapat paripurna DPR, Selasa (22/6). Selain itu, temuan BPK terkait program PC PEN antara lain, mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) belum disusun. Lalu, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.
“Pengendalian dalam pelaksanaan belanja Program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai,” ungkap Agung. Kemudian, penyaluran belanja subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan non KUR serta belanja lain-lain kartu prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program. Sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun. Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi. “Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN tahun 2020 yang dilanjutkan di tahun 2021,” tutur Agung