Tarik Ulur Jual Saham Bir Pemprov DKI

www.merdeka.com, Senin, 22 Maret 2021

Bolak-balik Pemprov DKI Jakarta berkirim surat kepada DPRD. Mengajukan pembahasan penjualan saham bir di PT Delta Djakarta Tbk. Sejak 2018, agenda itu tidak berjalan mulus. Kedua pihak belum mencapai titik temu.

Rapat pembahasan sampai kini belum juga digelar. Empat surat dari Pemprov DKI tak juga mendapat jawaban. Khususnya dari Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. Surat terakhir dikirim 4 Maret 2020. Namun respon DPRD belum kunjung muncul.

Secara terang-terangan Prasetio menentang rencana tersebut. Alasannya sederhana. Perusahaan minuman berakohol itu memberikan keuntungan lewat deviden yang disetor saban tahun. “Ini (PT Delta) enggak ada salahnya, uang itu bisa buat (bangun) RPTRA, buat apa kek,” kata Prasetio di Jakarta, pekan lalu.

Rencana menjual saham di perusahan berkode emiten DLTA, itu memang merupakan janji politik Gubernur DKI Anies Baswedan. Jelang tahun keempat masa kepemimpinannya, Anies kian getol melaksanakan janji-janji politiknya. Ibarat kata peribahasa: adat diisi janji dilabuh. Sehingga janji dilontarkan Anies ketika bersama Sandiaga Uno, dalam kampanye Pilgub 2017 lalu harus terwujud.

Tidak semua semua fraksi di DPRD menolak. Ada yang setuju pembahasan terkait penjualan saham bir tersebut. Sayangnya rapat pembahasan untuk melepas itu tak kunjung terlaksana.

“Kami sekarang pada posisi menunggu respon dan kajian di internal DPRD yang sebelumnya memang teman-teman belum berkenan,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria, saat ditemui di Balai Kota, Jumat pekan lalu.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2019, tercatat pemprov DKI Jakarta memegang 26,25 persen saham atau 210.200.700 lembar saham.

Porsi terbesar dipegang San Miguel Malaysia dengan kepemilikan 58,33 persen atau 467.061.150 lembar saham. Sisanya sebesar 15,42 persen dipegang masyarakat.

Riza menjelaskan bahwa langkah yang diambil Pemprov merupakan bentuk komitmen Anies untuk mewujudkan janji politik. Sebagaimana telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Adapun hasil penjualan saham PT Delta akan digunakan untuk berbagai kepentingan. Salah satunya untuk penanganan Covid-19. Juga pembangunan berbagai fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan.

“Silakan siapa yang ingin mengambil atau membeli, dananya bagi kami dapat dipergunakan untuk kepentingan yang lain dan juga ini memenuhi janji. Mohon dukungan semua pihak dan teman-teman DPRD,” ujar politisi Gerindra ini.

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Basri Baco menyatakan dukungan kepada rencana tersebut. Dia mengungkapkan sejumlah alasan. Masuknya divestasi saham dalam RPJMD harusnya menjadi rujukan utama dalam diskusi.

Pemprov DKI maupun DPRD memiliki kewajiban untuk melaksanakannya. Alasan berikut, lanjut dia, pemerintah seharusnya tidak berkecimpung langsung di dalam hal-hal yang berkaitan norma keagamaan dan kesusilaan. Termasuk misalnya memiliki saham di perusahan minuman beralkohol.

Kepemilikan saham dengan dalih sebagai sarana kontrol, tegas dia, harus dibantah. Sebab pemerintah dapat melakukan pengawasan jalannya usaha tanpa harus memiliki saham. Sebagai pembuat regulasi dan pemegang hak perizinan, pemerintah akan tetap dapat menjalankan fungsi pengawasannya.

“Kita punya regulasi, kita pengatur undang-undang, kita pemegang izin. Bisa saja (lakukan pengawasan). Jadi nggak beralasan bahwa kita punya saham di situ bisa mengontrol. Itu nggak ada korelasinya,” tegas dia kepada merdeka.com.

Sementara itu, anggota fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, menegaskan dalih kontrol tidak dapat dipakai untuk mempertahankan kepemilikan Pemprov atas saham PT Delta. Sebab kepemilikan 26,25 persen saham tidak menjadikan Pemprov sebagai pemegang saham mayoritas yang punya kuasa besar mengontrol perusahaan. Bahkan kepemilikan saham PT Delta oleh Pemprov bisa membuka ruang terjadinya konflik kepentingan.

“Kalau kita berada di dalam justru punya conflict of interest bagaimana kita mau kontrol?” jelasnya kepada merdeka.com.

DPRD Belum Satu Suara

Menurut Basri, sikap Prasetio Edi Marsudi merupakan sikapnya sebagai pribadi. Belum mewakili sikap keseluruhan DPRD DKI. Lagipula suara Ketua DPRD tidak otomatis berarti suara lembaga.

Surat yang dilayangkan Pemprov, seharusnya segera direspon oleh pimpinan DPRD. Sehingga tiap fraksi juga tak perlu melayangkan surat kepada pimpinan sebagaimana yang saat ini terjadi. Menurut dia, pihaknya akan menyurati pimpinan DPRD agar pembahasan terkait rencana penjualan saham PT Delta segera dilakukan.

“Enggak perlu fraksi kirim lagi surat-surat lagi ke pimpinan seolah-olah pimpinan tidak mengerti aturan, seharusnya ketentuan aturan seperti apa kita jalankan saja,” terang dia.

Prasetio belum menjawab terkait adanya sikap fraksi yang mendorong pembahasan rencana Pemprov DKI menjual saham bir. Meski begitu, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, menegaskan bahwa sejauh ini pihaknya belum menyatakan sikap entah menolak atau menerima usulan Pemprov DKI. Sebab belum ada pembahasan resmi. Sikap PDIP akan disampaikan di ujung pembahasan.

Gembong menegaskan bahwa pihaknya menolak surat permohonan yang dilayangkan Pemprov karena tidak disertai kajian yang mendetail terkait rencana menjual saham PT Delta Djakarta. Keputusan menjual saham merupakan keputusan besar karena berkaitan dengan aset daerah yang punya kinerja baik.

Untuk itu, kajian mendalam dan menyeluruh mutlak diperlukan. Kajian itulah yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan bagi fraksi untuk membuat kajian juga. Lalu akhirnya menentukan sikap.

“Jadi menjual aset itu kan tidak seperti menjual cabai. Jadi harusnya Anies mengirimkan surat ke DPRD dilampiri dengan kajian sehingga kita bisa mempertimbangkan menerima atau menolak rencana penjualan saham itu,” ungkap Gembong kepada merdeka.com, Sabtu pekan lalu.

Dia mengaku tak soal bahwa rencana penjualan saham PT Delta merupakan bagian dari upaya Anies memenuhi janji kampanye. Hanya saja yang harus diperhatikan keputusan tersebut harus dilakukan dengan perhitungan yang matang. Artinya keputusan melepas saham tidak bisa dengan gampang dilakukan dengan alasan karena Gubernur pernah berjanji. “Tidak salah Anies menunaikan janji. Tapi janji itu rasional atau tidak rasional, kita bahas dulu,” terang dia.

Sementara bagi Abdul Aziz, dari sisi ekonomi memang jelas terlihat keuntungan yang diberikan dengan kepemilikan saham di PT Delta. Namun, pertimbangan tidak bisa hanya diambil dari sudut pandang ekonomi semata. Ada banyak aspek lain yang harus dipertimbangan, misalnya kesehatan dan aspek sosial. “Kalau secara ekonomi menguntungkan bisnis yang lain juga menguntungkan. Masalah ini maslahat atau mudarat,” ujar dia.

Besaran deviden yang disetor PT Delta kepada Pemprov mengalami tren peningkatan sepanjang lima tahun terakhir. Pada tahun 2016 deviden yang diterima Pemprov DKI sebesar Rp 25,224 miliar. Angka tersebut meningkat di tahun 2017 menjadi 37,836 miliar. Pada tahun 2018 jumlah deviden yang disetor ke Pemprov tercatat sebesar Rp 54,652 miliar. Terus meningkat menjadi Rp 100,475 miliar pada 2019.

Situasi pandemi Covid-19 turut berdampak pada kinerja perusahaan. Termasuk berdampak pada deviden yang disetor PT Delta kepada pemegang saham. Pada 2020 jumlah deviden yang disetor turun ke angka Rp 81,978 miliar. “Pariwisata terpuruk. Otomatis lah, hiburan malam saja sudah setahun sampai sekarang masih tutup, pengaruh besar,” ujar Komisaris Utama PT Delta Djakarta Tbk Sarman Simanjorang, kepada Merdeka.com, pekan lalu.

Terkait rencana Pemprov melepas saham, pihak Delta menyerahkan sepenuhnya hal tersebut kepada Pemprov. Dia meyakini Pemprov DKI pasti sudah membuat kajian sebelum akhirnya melepaskan saham. Sementara untuk urusan bisnis, dia menjelaskan bahwa kondisi perusahaan saat ini sudah cukup stabil. Keputusan Pemprov melepaskan saham tidak akan mempengaruhi kinerja perusahaan.

“Kan semua sudah berjalan dengan secara profesional. Jadi manajemennya sudah teruji apalagi saham ini kan mayoritas dari San Miguel, sehingga kalau nanti misalnya dijual hanya pemilik sahamnya saja berubah tapi pengelolaan tetap sama,” ujarnya.

Dengan kepemilikan saham sebesar 26,25 persen, perwakilan pemprov hanya mengisi kursi komisaris. Sedangkan direksi perusahaan diisi oleh orang-orang yang ditempatkan oleh pemegang saham terbesar. Lepasnya saham milik Pemprov hanya mengubah posisi di level pemegang saham. Sedangkan untuk posisi direksi atau pihak-pihak yang bertanggung jawab pada operasional perusahaan diyakininya tidak berubah.

“Bergantian pemegang sahamnya saja yang berubah, tapi operasional tetap mereka (jajaran direksi) pimpinan,” dia menjelaskan. [ang]