Sumur-sumur Resapan DKI Bikin Gerah Pengguna Jalan

www.suara.com, Selasa, 23 November 2021

Jalan Durian, Jagakarsa, Jakarta Selatan kini berjejer sumur-sumur resapan pada salah satu sisinya. Bagian dari proyek Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat surutnya genangan saat hujan besar, juga untuk memastikan cadangan air tanah terjaga saat musim kemarau.
Namun sumur resapan yang mengambil sebagian ruang badan jalan itu kerap menghambat pengguna lalulintas. Pasalnya, Permukaan beton penutup sumur resapan yang tingginya tak sama dengan badan jalan semula walau sudah dibantu dengan tambalan sekelilingnya.
Pantauan di lokasi, sejumlah pengendara yang melintasi jalan itu berusaha menghindar melintas bekas galian sumur resapan. Putri Tsabila, salah satu warga mengaku sumur-sumur resapan yang permukaannya lebih rendah dari badan jalan membuat pengendara motor seperti dirinya tak mau ambil risiko.
“Ngerinya kalau di depan ada mobil yang juga, pas ke tengah dikit buat ngindarin sumur itu,” ujarnya saat ditemui di salah satu warung makanan di sekitar jalan tersebut pekan lalu.
Selain di sana salah satu sumur resapan yang mengambil ruang badan jalan ada di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Di jalan Margasatwa terlihat sumur-sumur resapan permukaannya sudah ada yang dibuat datar dengan jalan, ada pula yang tidak.
Saat dikunjungi pada Rabu (17/11) lalu terlihat masih ada pekerja yang melakukan tugas mereka membuat sumur resapan itu. Akibat proyek yang memakan badan jalan itu, pengendara mobil dari dua arah pun harus rela bergantian melintas.
“Bagus sih, biar kalau hujan airnya enggak terlalu lama ada di jalan, ada yang langsung masuk ke tanah. Tapi, yang penting aman aja buat yang naik motor. Tingginya jangan beda (dengan permukaan jalan),” ujar Danny, seorang pengendara motor yang ditemui di tempat parkir mini market di sana.
Pemerhati keselamatan berlalu lintas Sony Susmana mengatakan untuk pembangunan proyek galian—baik itu sumur resapan, pipa air, maupun kabel bawah tanah–seharusnya memerhatikan aspek keselamatan pengguna jalan.
Menurutnya pembangunan sumur resapan yang berada di badan jalan sebaiknya tak diterapkan di jalanan umum, melainkan jalan lingkungan. Artinya, kata dia, jalan itu memang hanya dilalui pengendara dengan kecepatan yang relatif rendah.
Selain itu, seandainya berada di jalanan umum, ia mengatakan sebaiknya sumur resapan itu dibuat di pinggir jalan, baik di atas trotoar maupun rumput dengan meletakkan sistem tambahan guna mengalirkan air ke drainase vertikal tersebut.
“Kalaupun [dibuat di badan jalan] dia mau bikin itu tutupnya dari besi atau beton segala macam, maka wajib permukaannya flat, rata, dengan eksisting, yang sudah ada,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (19/11) malam.
“Jadi harus dipertimbangkan matang-matang oleh pemprov. Saya enggak tahu selama ini seperti apa, jadi jangan sampai ini dilihat masyarakat, dinilai, tak peduli kepada keselamatan,” imbuhnya.
Lingkaran di sisi jalan yang menjadi tanda tempat akan dilubangi untuk menjadi titik sumur resapan atau drainase vertikal di Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (13/102021).(CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)
Di satu sisi, Sony mendorong Pemprov DKI dan jajarannya melakukan pengawasan ketat terhadap kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek itu, termasuk saat penyelesaian akhirnya.
“Kita ini kan pengguna jalan raya ini bayar pajak. Bayar pajak salah satunya bukan digaransi kalau kecelakaan–meninggal, cedera, dan sebagainya. Tapi, digaransi keselamatannya salah satunya ya itu tadi, ‘okelah berbeda material [penutup], tapi paling tidak flat [dengan badan jalan lain], tidak boleh ada gangguan,” katanya.
Sony mengatakan jalan yang bergelombang ataupun berbeda tinggi atau benjolan (bumpy) memiliki dampak buruk bagi keselamatan pengendara dan juga merusak bagian dari kendaraan.
Selebritas Soleh Solihun curhat dengan foto lewat akun Twitter pribadinya pada 16 November lalu. Dia mempertanyakan mengenai galian sumur resapan yang berhari-hari tak diangkut dari jalan Intan, Jakarta Selatan, meski proyek terlihat telah selesai.
Menurutnya bekas proyek yang belum dibereskan itu mengganggu lalu lintas di kawasan tersebut.
Bukan hanya itu, setidaknya dalam tempo dua hari kemudian dia membuat utas pelaporan proyek sumur resapan yang menghalangi kediamannya juga.
“Hari ke-2 proyek galian drainase vertikal di depan rumah. Abangnya menjanjikan 3 hari kelar,” ujar Soleh dalam salah satu utasnya yang juga menampilkan kondisi galian, Rabu (17/11). Soleh sudah mengizinkan CNNIndonesia.com untuk mengutip pengalaman pribadinya di utas tersebut.
“Ternyata kata abangnya emang beneran bisa kelar 3 hari. Ini dia tinggal nyemen sama bikin bak kontrol. Tapi, tanahnya gak langsung diangkut (kayaknya ini yang jadi sumber masalah di banyak titik galian). Mungkin kurang banyak truk pengangkutnya,” cuit Soleh dalam kelanjutan utasnya, Kamis (18/11) pagi.
Siang harinya dia mengapresiasi pekerja yang meminta pelaksana proyek itu mempercepat mengangkut tanah bekas galian di sana.

alhamdulillah @DinasSDAJakarta abang yang ngerjain galian depan rumah saya, baik. dia langsung nelpon mandornya dan minta tanah di depan rumah saya diangkut lebih cepat. pic.twitter.com/du7WuKtTHM
— SOLEH SOLIHUN (@solehsolihun) November 18, 2021

Achmad Ismail, seorang pensiunan kementerian PUPR yang menjadi Ketua RW10 di Pondok Pinang, Jakarta Selatan paham betul apa fungsi dari sumur resapan. Oleh karena itu, ketika Pemprov DKI mencanangkan target pembuatan drainase-drainase vertikal, dirinya pun langsung mengajukan surat permohonan agar wilayahnya menjadi salah satu titik proyek.
Bukan hanya ke penguasa di Balai Kota DKI, Achmad pun mengaku mengirim surat ke Kementerian PUPR.
Achmad begitu gigih mengajukan permohonan pembuatan sumur resapan sebab beberapa RT di bawah administrasinya kerap mengalami banjir dari tahun ke tahun. Sebagai mantan pegawai KemenPUPR, ia meyakini bahwa sumur resapan memiliki dampak signifikan dan dapat membantu mengatasi genangan air.
“Kita tunggu-tunggu, [ternyata] suratnya kembali ke Wali Kota [Jakarta Selatan], akhirnya diserahkan ke SDA Kecamatan, balik lagi akhirnya,” kata Achmad ketika ditemui CNNIndonesia.com, Rabu (3/11).
Belakangan ketika surat permohonan itu disetujui, kendala pemenuhan target justru datang dari warga RW-nya sendiri.
Depan muka bangunan berjejer 16 belas sumur resapan yang baru selesai dibangun di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (CNNIndonesia/ Cintya Faliana)
Sebelumnya, RW 10 yang memiliki luas  sekitar 16 hektare tersebut diproyeksikan akan memiliki 70 titik sumur resapan untuk tiga RT yang kerap diterjang banjir, yaitu RT 8,12, dan 13.
Sayang, setelah pembangunan 16 sumur resapan, warga menolak melanjutkan pembuatan sisanya.
“Yang protes tuh sini aja [di RW 10]. Saya ambil 3 titik [pembangunan] karena genangan air. 3 titik itu yang protes,” ujar Achmad.
Menurutnya, warga menolak sebab sumur resapan dapat merusak jalan dan mengganggu kendaraan yang akan lewat.
Meski sudah melakukan mediasi dan sosialisasi, warga tetap enggan melanjutkan pembuatan sumur resapan. Bahkan, salah satu titik galian yang akan menjadi sumur resapan terpaksa ditutup setelah digali sedalam dua meter.
Akhirnya, sisa jatah proyek sumur resapan di RW tersebut pun dialihkan ke RW lain. Achmad mengaku enggan melanjutkan pembangunan jika harus terlibat konflik dengan warga yang merasa tak nyaman dengan pembangunan sumur resapan.
“Timbang wis tuo padu, kan isin, [daripada sudah tua tapi bertengkar, kan malu],” tuturnya.
(cfd, kid/ugo)