APBD Perubahan 2020 DKI Turun dari Rp 87,95 T ke Rp 63,23 T

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya memutuskan membuka kembali bioskop di Jakarta. Keputusan ini diambil setelah berdiskusi dengan Satgas COVID-19 nasional. Anies menegaskan, saat ini regulasi selama berkegiatan di bioskop tengah disusun secara detail. Para pengusaha dan warga harus mentaati semua protokol yang ditetapkan. SP/Joanito De Saojoao.

Jakarta, Beritasatu.com – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan bahwa APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2020 mengalami perubahan atau penyesuaian menjadi Rp 63,23 triliun. Penyesuaian ini tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 di Jakarta sehingga APBD DKI Tahun 2020 tidak sesuai dengan yang direncanakan.

“Saya sampaikan bahwa APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2020 yang semula direncanakan sebesar Rp 87,95 triliun mengalami penyesuaian menjadi Rp 63,23 triliun,” ujar Anies saat menyampaikan Raperda APBD-P 2020 dalam rapat paripurna bersama DPRD DKI, Selasa (3/11/2020).

Prioritas perubahan APBD 2020 ini, kata Anies dalam rangka penggunaan APBD 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19 khususnya di sektor kesehatan, ekonomi, dan jaring pengaman sosial. Pemprov DKI, tutur dia, telah menggelontorkan anggaran belanja tak terduga sebesar Rp 5,19 triliun untuk penanganan Covid-19.

“Secara umum, penambahan anggaran dilakukan pada jenis Belanja Tidak Terduga dari Belanja Tidak Langsung yang semula Rp 188 miliar menjadi Rp 5,19 triliun atau naik lebih dari 27 kali lipat dalam rangka percepatan penanganan Covid-19,” ungkap Anies.

Dalam rapat paripurna tersebut, Anies juga memaparkan sejumlah hal, mulai dari evaluasi makro ekonomi dan pelaksanaan APBD 2020, rencana perubahan APBD 2020 hingga rencana perubahan pembiayaan daerah. Berikut ini penjelasan ringkas Anies.

A. Evaluasi makro ekonomi dan pelaksanaan APBD 2020, rencana perubahan APBD 2020:

– Realisasi makro ekonomi mengalami konstraksi sebesar -8,22 persen pada triwulan II

– Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan akhir Juni 2020 sebesar Rp 23,88 triliun atau 29,04% dari rencana awal sebesar Rp 82,19 triliun.

– Sampai akhir bulan Juni 2020, Belanja Daerah telah terealisasi sebesar Rp 19,86 triliun atau 24,95% dari total Belanja Daerah Rp 79,61 triliun yang berasal dari Belanja Tidak Langsung (32,46%) dan Belanja Langsung (19,15%)

– Realisasi Pembiayaan Daerah, sesuai hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau SiLPA Tahun 2019 tercatat sebesar Rp 1,2 triliun. Angka tersebut lebih rendah dari prediksi dalam Penetapan APBD Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp 5,5 triliun. Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan telah terealisasi sebesar Rp 65,92 miliar atau 0,79% dari rencana Rp 8,34 triliun

B. Rencana Perubahan APBD 2020

1. Asumsi Makro Ekonomi

– Pertumbuhan Ekonomi yang sebelumnya diproyeksikan sebesar 6,3% menjadi kisaran 0,7-1,1 persen. Angka ini lebih tinggi dari target pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 0,2-1,1 persen.

– Inflasi yang sebelumnya diproyeksikan sebesar 3,2 ± 1 persen menjadi 1,5-1,9 persen. Angka tersebut berada di bawah proyeksi inflasi nasional sebesar 2-4 persen.

– Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang semula diproyeksikan pada kisaran Rp 14.000-15.000 per Dollar Amerika akhirnya dikoreksi mengikuti asumsi Nasional pada Nota Keuangan RAPBN 2021 sebesar Rp 14.400-14.800 per Dollar Amerika.

2. Pendapatan Daerah

– Sebelumnya direncanakan sebesar Rp 82,19 triliun kemudian dikoreksi menjadi Rp 57,06 triliun, atau turun sebesar Rp 25,12 triliun.

– Koreksi atas Pendapatan Daerah disebabkan selisih penurunan Pajak Daerah secara signifikan sebesar Rp 17,69 triliun.

3. Belanja Daerah

– Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung mengalami penurunan sebesar Rp 20,82 triliun atau 26,16 persen, dari Rp 79,61 triliun menjadi Rp 58,78 triliun.

– Belanja Tidak Langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp 34,67 triliun mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun (3%) menjadi Rp 33,63 triliun.

– Adapun Belanja Langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp 44,93 triliun mengalami penurunan sebesar Rp 19,78 triliun (44,04%) menjadi Rp 25,14 triliun.

C. Rencana Perubahan Pembiayaan Daerah

– Penerimaan pembiayaan daerah sebelumnya dialokasikan sebesar Rp 5,76 triliun yang berasal dari prediksi SiLPA tahun 2019 dan Penerimaan Pinjaman Daerah. Dalam Raperda APBD-P 2020, penerimaan pembiayaan mengalami kenaikan 7,05% atau sebesar Rp 406,33 miliar menjadi Rp 6,16 triliun yang terdiri atas: kenaikan Penerimaan Pinjaman Daerah sebesar 12 kali lipat dari Rp 206,15 miliar menjadi Rp 3,56 triliun dan penurunan SiLPA yang tercatat sebesar Rp 1,2 triliun dari prediksi sebelumnya Rp 5,5 triliun.

– Pengeluaraan pembiayaan daerah yang semula direncanakan sebesar Rp 8,34 triliun menurun sebesar Rp 3,89 triliun (46,68%) menjadi Rp 8,34 triliun.

D. Penambahan pada kelompok Belanja Langsung dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), antara lain dialokasikan untuk:

– Peningkatan Infrastruktur Pengendalian Banjir;

– Peningkatan Infrastruktur Peningkatan Layanan Air Minum;

– Peningkatan Infrastruktur Pengelolaan Sampah;

– Peningkatan Infrastruktur Transportasi;

– Peningkatan Infrastruktur Pariwisata dan Kebudayaan (revitalisasi TIM);

– Peningkatan Infrastruktur Olahraga (pembangunan JIS).

E. Pengurangan anggaran dalam APBD-P 2020

Pengurangan anggaran dalam APBD-P 2020 dilakukan dalam rangka peningkatan efektivitas anggaran dengan melakukan rasionalisasi Belanja Pegawai melalui:

1. Rasionalisasi belanja barang/jasa sekurang-kurangnya 50% dengan mengurangi anggaran belanja, terutama untuk:

– Perjalanan dinas;

– Barang pakai habis untuk keperluan kantor;

– Cetak dan penggandaan;

– Pakaian dinas dan atributnya serta pakaian khusus hari-hari tertentu;

– Pemeliharaan, perawatan kendaraan bermotor;

– Sewa rumah/gedung/gudang/parkir;

– Sewa sarana mobilitas;

– Sewa alat berat;

– Jasa kantor;

– Jasa konsultasi;

– Tenaga ahli/instruktur/narasumber;

– Uang yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat;

– Makanan dan minuman serta paket rapat di kantor maaupun luar kantor; serta

– Sosialisasi, workshop, bimbingan teknis, pelatihan dan FGD serta pertemuan lain yang mengundang banyak orang.

2. Rasionalisasi belanja modal sekurang-kurangnya sebesar 50% dengan mengurangi:

– Pengadaan kendaraan dinas/operasional;

– Pengadaan mesin dan alat berat;

– Pengadaan tanah;

– Renovasi ruangan/gedung;

– Meubelair dan perlengkapan perkantoran;

– Pembangunan gedung baru; serta

– Pembangunan infrastruktur lainnya yang memungkinkan untuk ditunda tahun berikutnya.

 

Sumber:BeritaSatu.com