www.detik.com, Jumat, 15 Oktober 2021
Sejumlah fakta dalam kasus pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, terungkap. Duduk sebagai terdakwa mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, jaksa membeberkan sejumlah fakta.
Sejumlah fakta terungkap dalam surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis (14/10/2021). Jaksa membeberkan negosiasi Yoory dengan PT Adonar Propertindo dan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Yoory dan beneficial owner PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.
Yoory Corneles didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berikut fakta-faktanya:
1. Yoory Didakwa Rugikan Negara Rp 152 Miliar
Jaksa mengatakan Yoory bersama-sama pihak PT Adonara Propertindo didakwa merugikan negara Rp 152 miliar terkait pembelian lahan di Munjul. Lahan Munjul yang dibeli Yoory itu tidak sesuai dengan peraturan Pemda untuk digunakan sebagai lahan program Rumah DP 0 Rupiah.
“Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar, dan korporasi PT Adonara Propertindo telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT Adonara Propertindo sebesar Rp 152.565.440.000 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 152.565.440.000,” kata jaksa KPK Takdir Suhan.
Tahun 2018, ketika Yoory mengajukan penyertaan modal untuk proyek hunian DP Rp 0 dan Sentra Primer Tanah Abang ke Gubernur DKI Jakarta untuk dianggarkan pada APBD Pemprov DKI senilai Rp 1.803.750.000.000 (Rp 1,8 triliun). Uang itu rencananya dipakai untuk membeli alat produksi baru.
Kemudian Yoory melakukan komunikasi dengan Manajer Operasional PT Adonara Propertindo Anton Adisaputro mencarikan tanah sesuai kriteria tersebut. Hingga akhirnya PT Adonara menawarkan tanah yang sesuai syarat Yoory ditemukan pada Februari 2019 di daerah Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jaktim, dengan luas 41.921 meter persegi.
Kemudian Yoory melakukan peninjauan ke lokasi. PT Adonara Propertindo, lantas diminta memasukkan penawaran ke Sarana Jaya. PT Adonara disebut jaksa menawarkan harga tanah 42.000 m2 dengan harga Rp 7,5 per meter persegi. Kemudian, Yoory memerintahkan anak buahnya bernama Yadi Robby mempersiapkan transaksi jual-beli tanah tersebut.
2. Siasat Adonara Propertindo-Yoory Corneles
Jaksa menyebut PT Adonara Propertindo memasukkan kembali surat penawaran ke Sarana Jaya dengan tanggal dibuat mundur atau backdate pada 28 Maret 2019. Pada surat penawaran itu, Anja Runtuwene disebut sebagai pemilik tanah, tanpa disertai lampiran bukti kepemilikan, padahal tanah itu sebelumnya atas nama Andyas Gerlado.
“Pada surat penawaran disebutkan Anja Runtuwene selaku pemilik tanah namun tanpa disertai lampiran bukti kepemilikan atas tanah dan disebutkan bahwa lahan tersebut dapat dibangun perumahan atau rumah susun (apartemen),” ungkap jaksa.
Dilakukanlah negosiasi harga tanah. Awalnya PT Adonara Propertindo melalui Tommy Adrian meminta harga tanah senilai Rp 5,5 juta per meter persegi, namun akhirnya disepakati harga jual beli adalah sebesar Rp 5,2 juta per meter persegi, dengan janji adanya imbalan yang diberikan kepada Yoory.
“Awalnya Tommy Adrian meminta harga jual sebesar Rp 5,5 juta per meter persegi, namun akhirnya disepakati harga jual-beli adalah sebesar Rp 5,2 juta per meter persegi, dengan janji adanya imbalan yang diberikan kepada Terdakwa,” kata jaksa.
Setelah kesepakatan itu, Yoory mengurus proses pembelian tanah itu. Namun, kata jaksa, proses pembelian tanah itu melanggar ketentuan pemerintah daerah karena ada beberapa masalah dalam pembelian tanah itu, seperti tidak dilakukannya survei dan tidak diketahui batas-batas tanah.
Selanjutnya pada saat dilakukan survei, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan yang diberikan pihak PT Adonara Propertindo kepada PPSJ (Sarana Jaya). Selain itu diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil (row jalan tidak sampai 12 meter), sehingga Yadi Robby melaporkan kepada terdakwa namun terdakwa tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai operasional BUMD harus berdasarkan standard operating procedure,” ujar jaksa.
3. Laporan Diminta Direkayasa
Jaksa mengatakan Yoory meminta anak buahnya Yadi Robby membuat undangan negosiasi, padahal negosiasi tidak pernah dilakukan. Yoory juga memerintahkan Yadi Robby menyiapkan dokumen bukti uang keluar (BUK) dan memo internal permohonan pembayaran yang dibuat tanggal mundur tertanggal 29 Maret 2019 terkait pembayaran 50 persen atas pembelian tanah Munjul dengan harga Rp 5,2 juta per meter persegi, padahal kesepakatannya harga pembelian tanah hanya Rp 5 juta per meter persegi.
Pada 8 April 2018, dilakukan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Yoory dengan Anja Runtuwenen di gedung Sarana Jaya pusat di hadapan notaris dengan nilai Rp 217.989.200.000 (Rp 217 miliar). Yoory juga melakukan pembayaran 50 persen sebesar Rp 108.994.600.000 (Rp 108 miliar) ke Anja Runtuwene. Padahal, kata jaksa, kajian menyeluruh dan penilaian appraisal belum dilakukan.
4. Lahan Munjul Tak Bisa untuk Rumah DP 0 Rupiah
Menurut jaksa, kelengkapan formalitas atas pembayaran itu baru dibuat pada 9 April 2019 Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian meminta bantuan pada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi agar dibuatkan appraisal (estimasi) atas tanah Munjul dengan harga di atas Rp 7 juta per meter persegi. Kemudian pada 12 April 2019, Staf marketing KJPP Ucu Samsul Arifin membuat re-appraisal dengan analisa perhitungan tanah sebesar Rp 6.122.200 per meter persegi ternyata hasilnya lahan Munjul itu tidak bisa dikembangkan menjadi proyek ‘hunian DP 0 Rupiah’.
“Pada tanggal 12 April 2019, Ucu Samsul Arifin membuat pra-Appraisal dengan analisa perhitungan untuk harga tanah sebesar Rp 6.122.200 per m2, namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning, serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk jalan utama, sehingga kesimpulannya tanah Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek ‘hunian DP 0 rupiah’. Laporan tersebut dalam bentuk file dikirimkan Ucu Samsul melalui aplikasi WhatsApp kepada Tommy Adrian,” ungkap jaksa KPK, Sisca Carolina Karubun.
Hal senada juga disampaikan Tim Investasi Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Pada Juni 2019, tim investasi juga menyampaikan 73 persen lahan di Munjul itu berada dalam zona hijau rekreasi sehingga tidak sesuai dengan peruntukan.
“Pada bulan Juni 2019, Tim Investasi PPSJ menyampaikan hasil kajian kepada Terdakwa bahwa 73% lahan tanah Munjul yang dibeli PPSJ dari PT Adonara Propertindo tersebut berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau dan prasarana jalan sehingga tidak sesuai peruntukan sebagaimana Pasal 632 s.d. Pasal 633 Perda No. 1 tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan berzonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi Rusunami (Hunian Vertikal),” tutur jaksa.
5. Bayar Lahan Munjul Setelah Dana Cair
Pada 10 Desember 2019 Sarana Jaya menerima Rp 350 miliar dan 18 Desember 2019 Sarana Jaya kembali menerima PMD tahap II sebesar Rp 450 miliar sehingga total Sarana Jaya mendapat PMD Rp 800 miliar.
“PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya TA 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek ‘Hunian DP 0 Rupiah’,” beber jaksa.
Setelah dana cair, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian meminta Yoory melakukan pembayaran tahap dua atas tanah Munjul. Jaksa menyebutkan pada saat penandatanganan PPJB Yoory sudah membayar 50 persen senilai Rp 108.994.600.000 (miliar), dan kembali membayar sisanya sebesar Rp 43.596.000.000 (miliar) ke rekening Anja Runtuwene
Adapun total uang seluruhnya yang diterima Anja Runtuwene sejumlah Rp Rp 152.565.440.000 (miliar), uang itu dipakai Anja selaku owner PT Adonara Propertindo untuk keperluan operasional perusahaan dan keperluan pribadinya.
Selain itu, jaksa menyebut tanah di Munjul tersebut tidak memiliki manfaat karena tidak bisa digunakan sesuai tujuan telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih ke Sarana Jaya. Karena itu, negara merugi Rp 152 miliar.
“Bahwa pembayaran dari PPSJ atas pembelian tanah di Munjul, Pondok Rangon, tersebut tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih kepada PPSJ, sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara/daerah yang bersifat total lost sebesar Rp 152.565.440.000,” pungkas jaksa.
6. Yoory Minta Adonara Biayai Doorprize Sarana Jaya
Dalam surat dakwaan jaksa KPK juga terungkap Yoory Corneles meminta PT Adonara Propertindo membiayai doorprize HUT Sarana Jaya ke-37. PT Adonara pun memberikan tiga unit sepeda motor untuk doorprize Sarana Jaya.
“Bahwa pada bulan April 2019, Terdakwa meminta kepada Tommy Adrian agar PT Adonara Propertindo memberikan sejumlah uang untuk doorprize acara HUT PPSJ ke-37. Rudy Hartono menyetujui pengeluaran dana PT Adonara Propertindo untuk pembelian dua unit sepeda motor merek Honda seharga Rp 56.878.000 dan pembelian motor satu unit sepeda motor merek Yamaha seharga Rp 27.440.000,” ungkap jaksa.
(rfs/rfs)