Jakarta – Menjelang satu tahun Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai program rumah susun sederhana milik (rusunami) tanpa uang muka (down payment/DP) nol rupiah tidak tepat sasaran. Program ini tidak menyediakan rumah murah kepada warga miskin di Jakarta.
Ketua Fraksi PDIP DKI, Gembong Warsono mengatakan semua program pembangunan yang ada di Jakarta, siap atau tidak siap semuanya diluncurkan oleh Gubernur DKI. Hal ini dilakukan untuk mengejar kinerja satu tahun Anies sebagai kepala daerah.
“Seperti pembangunan rusunami DP nol rupiah. Belum selesai dibangun, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) belum ada, dilaunching kemarin. Skybridge yang belum selesai, baru 78 persen, dilaunching. Jadi hanya sekedar mengelabui masyarakat. Untuk menunjukkan inilah prestasi yang saya tempuh, saya dapatkan selama satu tahun,” kata Gembong di ruang Fraksi PDIP, gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (15/10).
Agar setahun pemerintahannya dinilai berhasil atau memiliki kinerja baik, lanjutnya, maka Anies memaksakan pengadaan peresmian berbagai program pembangunan yang menjadi janji-janji kampanyenya.
“Saya tadi katakan, seolah-olah sudah berhasil, tetapi sebetulnya tidak. Yang mengejar setahun tadi seperti memaksakan juga. Setahun pemerintahan Anies besok, maka hari ini akan dikejar semua janji-janjinya. Becak mau dikejar, kemudian DP nol rupiah dikejar, Skybridge yang melanggar aturan dikejar,” ujarnya.
Kendati demikian, Gembong menyerahkan semua penilaian kinerja Anies memimpin Jakarta selama setahun kepada warga Jakarta. “Biar masyarakat yang bisa menilai. Apakah program itu betul sudah berpihak pada rakyat Jakarta atau belum,” tuturnya.
Ditempat yang sama, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI, Dwi Rio Sambodo mengatakan program rusunami DP nol rupiah tidak cocok untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, peluncuran skema pembiayaan DP nol rupiah pun dianggap terburu-buru karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Pemerintah Daerah.
PDIP menganggap cicilan sebesar Rp 2,1 juta hingga Rp 2,7 juta per bulan memberatkan MBR yang dengan rentang penghasilan Rp 4 juta hingga Rp 7 juta yang menjadi target program DP nol rupiah.
“Tentunya ini di luar biaya listrik dan air bersih. Plus iuran pengelolaan lingkungan karena status rusunami tidak memungkinkan diberikan subsidi. Pertanyaannya, keberpihakan terhadap rakyat miskin yang tidak mampu ada di mana?” kata Rio.
PDIP juga menganggap launching program DP nol rupiah yang direbranding menjadi ‘Solusi Perumahan Warga’ (Samawa) seperti terburu-buru. Sebab, Pemprov DKI belum membentuk BLUD untuk DP nol rupiah. Yang baru terbentuk ialah Unit Pengelola Teknis (UPT) yang tidak boleh mengelola dana sendiri.
Sementara itu, pada Kebijakan Umum Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2019, Pemprov DKI mengajukan dana talangan untuk uang muka DP nol rupiah Rp 717 miliar untuk dianggarkan di APBD 2019.
Padahal berdasarkan PP 30/2011, Pemda dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Selain itu, APBD juga tidak bisa dijadikan jaminan pinjaman.
“Artinya ini sangat rawan menjadi temuan BPK karena berpotensi menimbulkan kerugian negara,” jelasnya.
Padahal Anies telah meneken aturan tentang skema pembiayaan DP nol rupiah, yakni Pergub Nomor 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Pergub diteken bersamaan dengan launching simbolik di Klapa Village pada Jumat (12/10) lalu.
Di Pergub itu, Pemprov DKI disebut akan menalangi uang muka maksimal 20 persen dari harga total unit rusunami. Awalnya, pergub tersebut ada di jaringan dokumentasi dan informasi hukum Pemprov DKI. Namun sekarang pergub itu hilang.
“Tentu ini menimbulkan dugaan bahwa peluncuran tersebut mengejar simbolisasi program ini menyongsong kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan,” tuturnya.
Tak keberpihakan Anies terhadap warga tidak mampu di Jakarta, terlihat dari gagalnya Pemprov DKI membangun tiga rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Padahal tiga rusunawa ini diperuntukkan warga miskin yang berpenghasilan di bawah Rp 4 juta per bulan.
Ada tiga rusunawa yang batal dibangun pada 2018 ini, yakni Rusun PIK Pulogadung senilai Rp 188 miliar, Rusun Jalan Inspeksi PKT di Ujung Menteng senilai Rp 361 miliar dan revitalisasi pembangunan Rusun Karang Anyar senilai Rp 162 miliar.
Praktis pada tahun ini, Pemprov DKI tidak menambah jumlah rusunawa karena gagal dalam perencanaan. Padahal jumlah pengantri rusunawa telah mencapai belasan ribu orang. Normalisasi sungai pun tidak bisa dilakukan, karena tidak ada tempat relokasi bagi warga yang terkena program tersebut.
“Sekarang ini tidak ada perumahan untuk warga miskin. Program DP nol rupiah hanya untuk warga kelas menengah,” tegas Rio.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, Pemprov DKI menargetkan memenuhi 250 ribu unit kebutuhan rumah warga Jakarta. Pemenuhan kebutuhan itu ada yang dikerjakan oleh Pemprov DKI, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pihak swasta.
Untuk masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp4 juta, Pemprov DKI berencana membangun 14.564 unit rusunawa hingga 2022 mendatang. Namun jumlah yang perlu dibangun hanya tinggal sekitar 7 ribu unit lagi. Sebab, masih ada sejumlah rusunawa yang telah selesai namun belum bisa ditempati, yakni Rusunawa Nagrak, Rorotan, KS Tubun, Semper, Rawa Buaya, Pengadegan, BLK (Pasar Rebo), Rawa Bebek, dan Penjaringan. Rusunawa tersebut dibangun sejak masa pemerintahan Gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama.
Sementara untuk rumah DP nol rupiah, akan ada 9.772 unit rusunami yang akan dibangun BUMD hingga 2022. Untuk saat ini, baru satu proyek pembangunan program DP nol rupiah yang telah berjalan, yakni di Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Pembangunan dilakukan oleh PD Sarana Jaya. Ada 21 lantai dengan total 780 unit yang dibangun di lokasi itu. Rencananya, proyek yang diberi nama Klapa Village ini akan rampung pada Juli 2019.