JAKARTA, HARIANUMUM– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta mengusut kinerja 13 BUMD milik Pemprov DKI Jakarta karena diduga ada kejahatan terorganisir selama di era pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Dalam statemennya, Ahok mengklaim kalau orang-orang yang ditempatkan di BUMD adalah orang-orang profesional, tapi kenyataannya kinerja BUMD-BUMD itu tidak sesuai harapan, bahkan banyak yang merugi,” tegas Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta) Rico Sinaga kepada harianumum.com, Kamis (12/10/2017), di Jakarta.
Kecurigaan ini, lanjut Rico, makin menebal karena meski BUMD itu disuntik penanaman modal daerah (PMD) hingga puluhan miliar, namun kinerjanya tetap jeblok, sehingga tak mampu berkontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD) secara signifikan.
“Ada kesan kalau orang-orang profesional yang ditempatkan di sana sengaja ditaruh untuk merusak BUMD itu. Karenanya, BPK harus mengusut kinerja BUMD-BUMD itu agar jelas permasalahan sebenarnya, dan jelas juga penggunaan PMD yang disuntikkan,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, 13 BUMD milik Pemprov DKI pada akhir 2016 memiliki aset Rp92 triliun dengan ekuitas sebesar Rp39,5 triliun.
Pendapatan ke 13 BUMD itu pada 2016 sebesar Rp24 triliun dengan laba bersih hanya Rp3,16 triliun karena lima BUMD mengalami kerugian, di antaranya PT MRT, Ratax Armada dan Jakarta Tourisindo.
Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik dalam sebuah diskusi di Dewan Pers beberapa waktu lalu, mengatakan, buruknya kinerja BUMD itu membuat APBD terbebani, karena tiap tahun, termasuk pada 2017 ini, Rp10 triliun dana tersedot untuk menyehatkan BUMD-BUMD itu melalui PMD, namun tak sehat juga, sehingga ia mengusulkan agar BUMD yang tidak prospektif itu ditutup atau dilikuidasi saja.
“Tahun ini Jakarta Tourisindo minta dana lagi Rp86 miliar, tapi kita (DPRD) nggak kasih karena turis banyak yang datang ke Indonesia, masak sebagai pengelola hotel, Jakarta Tourisindo bisa rugi terus?” tegas politisi Gerindra itu.
Rico Sinaga menambahkan, yang mencurigakan dari pengelolaan BUMD di era Ahok adalah jajaran direksinya tidak pernah memberikan laporan keuangan secara terbuka. Bahkan jika ada direksi yang dicopot, dia keluar tanpa memberi pertanggungjawaban atas kinerjanya.
“Karenanya BPK harus telusuri ini untuk mengetahui ada tidak kerugian negara. Kalau ada, bisa dibawa ke jalur hukum,” tegasnya.
Meski demikian pegiat LSM ini tak setuju jika semua BUMD yang merugi, dilikuidasi, karena katanya kinerja jajaran direksinya bisa diperbaiki atau diganti dengan yang lebih kompeten. Ia hanya setuju jika PT Ratax Armada saja yang dilikuidasi.
“Sekarang ini, sejak ada taksi online, bisnis taksi konvensional sudah nggak prospektif. Blue Bird saja yang pemain besar di bisnis ini sudah megap-megap karena kalah bersaing, apalagi Ratax yang kinerjanya tidak jelas,” pungkas dia.
Informasi terakhir menyebutkan, saat ini armada taksi yang dimiliki PT Ratax Armada hanya sebanyak sembilan unit. (rhm)