31 Agustus 2015
Otonomi khusus bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara tanah Papua dengan Provinsi lain dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di tanah Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua untuk berperan dalam pembangunan di tanah Papua.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua BPK, Harry Azhar Azis, saat memberikan sambutan pada acara Seminar Efektifitas Penggunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, yang dilaksanakan pada Kamis, 27 Agustus 2015, di Sorong, Papua Barat.
Pelaksanaan pembangunan daerah dengan dana otonomi khusus telah mulai dirasakan oleh masyarakat Papua dan Papua Barat. Namun demikian masih terdapat permasalahan-permasalahan implementasi, khususnya terkait dengan peraturan perundang-undangan, perencanaan, dan kelembagaan yang harus diperhatikan dan perlu dicarikan jalan keluarnya.
Kebijakan otonomi khusus diharapkan mampu memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat, tetapi pada kenyataannya kebijakan otonomi khusus baru mampu meningkatkan perekonomian daerah dan belum berdampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat pada Tahun 2013, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua sebesar 66,25 dan Papua Barat sebesar 70, 62 masih di bawah rata-rata nasional sebesar 73.81.
Provinsi Papua dan Papua Barat masih menempati posisi lima besar Provinsi dengan IPM terendah di Indonesia. Selain itu, tingkat kemiskinan di Provinsi Papua dan Papua Barat juga merupakan yang tertinggi di Indonesia dengan presentase sebesar 31,13% dan 26,67% pada Tahun 2013, jauh lebih tinggi disbanding rata-rata nasional sebesar 11,37%.
Ketua BPK juga menjelaskan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK, kelemahan kebijakan otonomi khusus di Provinsi Papua disebabkan adanya ketidaksamaan dalam pemahaman dan persepsi tentang otonomi khusus antara pemerintah pusat, daerah, dan juga masyarakat, dan terlambatnya proses penyusunan peraturan pelaksana baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), maupun Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), serta kebijakan otonomi khusus justru membuka peluang bagi beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan korupsi dan pemborosan dana otonomi khusus.
Melihat berbagai permasalahan diatas, maka pelaksanaan kebijakan otonomi khusus seharusnya menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta masyarakatnya. Bagi Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, kebijakan otonomi khusus seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin guna meningkatkan perekonomian daerah dan juga masyarakatnya. Selain itu, masyarakat juga harus berperan serta dalam memperbaiki kondisi perekonomian dan kesejahteraan mereka sendiri.
Selain Ketua BPK, turut hadir sebagai pembicara pada seminar tersebut Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna, Anggota VI BPK, Bahrullah Akbar, Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad, Anggota Komisi IX DPR, Robert, Rauw, Staf Khusus Presiden, Lenis Kogoya, Deputi BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Dadang Kurnia, dan Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Dalam Negeri, Elvius Dailami.