Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Pemprov DKI Jakarta melibatkan DPRD dalam pembahasan kompensasi koefisien luas bangunan (KLB) dari pengembang. Hal ini untuk memastikan keterbukaan penggunaan kompensasi KLB.
“Temuan dari BPK, kami diminta membuat SOP yang membahas pembangunan-pembangunan aset yang bersumber kewajiban pengembang berdasarkan KLB. Itu bisa disarakannya ada mekanisme untuk membuat ini lebih transparan dan melibatkan DPRD,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).
Selain kompensasi KLB, BPK menyoroti surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). Kata Sandiaga, Pemprov DKI sedang menindaklanjuti temuan BPK.
“Di Pemprov sendiri, Pak Asbang (Asisten Pembangunan Gamal Sinurat) sedang merumuskan. Setelah dirumuskan, kita akan diskusikan dengan teman-teman Dewan,” ujar Sandiaga.
Sandiaga sempat menyatakan akan merevisi aturan tentang CSR KLB. Pasalnya, beberapa aset yang berasal dari CSR dan KLB justru membuat Pemprov DKI Jakarta mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.
“Kita pokoknya tujuannya adalah menghadirkan proses tata kelola yang baik dan memastikan buku 2017 itu, WTP itu. Berarti semua yang berkaitan dengan aset dan temuan-temuan (BPK) itu harus ditindaklanjuti. Jadi apa pun yang akan diperlukan untuk memastikan kita mendapat predikat WTP akan kami pertimbangkan,” papar dia di Balai Kota, 2 November 2017.
Aturan CSR dan KLB santer dibicarakan saat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat Gubernur DKI. Salah satu aset Pemprov DKI yang berasal dari KLB adalah Simpang Susun Semanggi.