www.tribunnews.com, Jumat, 20 Oktober 2023
Tribun
Pemprov DKI Jakarta telah membatalkan pembangunan pengelolaan sampah berpenghasilan tenaga listrik, Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara.
Saat ini pemerintah daerah fokus membangun pengelolaan sampah menjadi bahan bakar pengganti batubara melalui Refused Derived Ruel (RDF).
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan, awalnya pemerintah daerah telah mengucurkan dana sekitar Rp 517 miliar untuk pembangunan ITF Sunter.
Uang sebanyak itu diberikan kepada PT Jakarta Properrtindo (Jakpro) sebagai penyertaan modal daerah (PMD) ITF Sunter.
“Anggaran ITF yang PMD di awal 2023 Rp 517 miliar diperuntukkan untuk proyek ITF Sunter sebagai jaminan garansi ke PLN,” ujar Michael pada Jumat (20/10/223).
Michael mengatakan, Jakpro selaku perseroan daerah telah menghentikan pemilihan mitra untuk membangun ITF Sunter.
Lantaran tidak berlanjut maka Pemerintah DKI Jakarta merasa anggaran tersebut tidak dibutuhkan lagi sehingga dialokasikan untuk kegiatan lain.
“Anggaran yang sudah teralokasi untuk di Sunter itu jaminan, kan sudah tidak dibutuhkan makanya kami optimalkan untuk pelayanan publik didistribusikan ke belanja-belanja yang lain,” ujarnya.
“Jadi R- APBD (Perubahan) 2023 yang sedang di evaluasi oleh Kemendagri, PMD untuk ITF sunter sudah tidak ada,” imbuhnya.
Sementara itu Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menambahkan, pihaknya tidak anti terhadap ITF.
Dia menyebut, finansial DKI Jakarta dirasa tak mampu memberikan duit tipping fee kepada pihak swasta dalam penerapan ITF.
“Silakan ITF itu jalan, cuma Pemda DKI dengan keuangannya tidak mampu memberikan tipping fee. Proses ITF-nya kan sekarang kan masih jauh laih, masih banyak pembahasan tahap-tahapan,” kata Heru.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah DKI Jakarta telah membatalkan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara pada 2023.
Alasannya, tipping fee kepada mitra pengelola dianggap terlalu besar sehingga dapat membebani keuangan daerah.
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Sarjoko mengatakan, ada beberapa pertimbangan untuk menghentikan proyek ini.
Alasan utama terkait kemampuan keuangan daerah, sehingga penyelenggaraan ITF dikhawatirkan membebani anggaran daerah.
“Tapping fee ini dengan mempertimbangkan kemampuan skala APBD DKI yang sekarang ini trennya akan menurun kan, dikhawatirkan dikemudian hari akan membebani,” ucapnya.
“Oleh karena itu, kami mengambil sebuah langkah yang memang lebih proper untuk kondisi saat ini,” imbuh Sarjoko.
Meski demikian, kata Sarjoko, pihaknya telah mengembangkan pengolahan sampah berbahan batubara seperti Refused Derived Fuel (RDF) di TPST Bantargebang, Kota Bekasi.
Dia berharap, keberadaan RDF bisa mengurangi sampah di DKI Jakarta meski diyakini belum bisa dilakukan secara tuntas.
“Tapping fee itu ada kisaran sekitar Rp 500.000-Rp 700.000 (per ton) itu yang diproposalkan. Nah ini kan apakah ada solusi yang mengurangi kekhawatiran hal-hal yang membawahi APBD, apakah yang tapping fee itu bisa dihilangkan, atau bisa diminimalkan,” jelas Sarjoko.
Sedangkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah mengatakan, proyek RDF dibangun oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang menjadi mitra kerjanya.
Karena itu, dia mengikuti secara detail terkait RDF maupun ITF.
“Pada intinya, saya ingin memberikan semangat kepada Pak Heru Budi Hartono, Pj Gubernur DKI Jakarta dan Pak Asep Kuswanto selaku Kepala Dinas LH untuk bisa melaksanakan kebijakan yang baik, tidak perlu ragu atau takut,” kata Ida.
Menurutnya, Komisi D pernah memanggil PT Jakarta Propertindo/Jakpro (Perseroda) dan Dinas LH terkait proyek ITF.
Dari informasi yang diperoleh, pemenang tidak bisa membangun atau memenuhi kesepakatan sesuai tenggat waktu maka akan diputus kontrak.
Hal ini sebagaimana klausul dari kedua belah pihak setelah pemenang tender ITF Sunter diperoleh pada November 2020 lalu.
“Harusnya itu sudah dilakukan. Saya sebagai Ketua Komisi D berharap Pak Pj Gubernur segera mencabut penugasan PT Jakpro (Perseroda) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya terkait dengan pengelolaan sampah. Jadi, pengelolaan sampah ini biar tetap dilakukan Dinas LH,” ujarnya.
Ida menjelaskan, Komisi D juga sudah melakukan kunjungan ke TPST Bantargebang untuk melihat langsung RDF. Saat ini memang belum bisa maksimal dengan target 2.000 ton per hari.
“Tapi, InsyaAllah dalam beberapa bulan ini target itu bisa dicapai,” imbuh perempuan dari PDIP ini.
Ida menambahkan, dengan pengolahan sampah 2.000 ton per hari hanya maka diperlukan subsidi Rp 54 miliar per tahun. Sementara, proyek ITF itu tipping fee-nya sekitar Rp 2 triliun per tahun.
“Untuk tipping fee ITF itu mencapai Rp 800.000 per ton dan kontraknya 30 tahun. Kemudian, ada klausul kenaikan tipping fee mulai tahun ketiga itu tujuh sampai sepuluh persen. Belum lagi residu dari ITF ini,” jelasnya.