www.merdeka.com, Jumat, 10 Desember 2021
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membahas pembaruan memorandum of understanding (MoU) untuk pembangunan tanggul laut, atau disebut dengan national capital integrated coastal development (NCICD) di pesisir Jakarta. Pembaruan ini dilakukan seiring tidak ada lagi jatah swasta dalam pembangunan tanggul laut.
Kepala Seksi Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pesisir Pantai pada Dinas Sumber Daya Air SDA, Putu Riska menjelaskan, saat pencanangan pembangunan tanggul laut dimulai, pihak swasta mendapatkan jatah membangun tanggul laut.
Jatah swasta membangun tanggul laut berlangsung hingga sejumlah pengembang melakukan reklamasi di pesisir pantai Jakarta. Seiring dengan pencabutan izin reklamasi, MoU lama tidak berlaku lagi.
“Pembagian kewenangan pembangunan tanggul sepanjang 46,212 km diberikan hanya kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, di mana porsi kewajiban swasta tidak masuk di dalamnya,” ucap Riska kepada merdeka.com, Jumat (10/12).
Dalam MoU lama, jatah pembangunan tanggul laut Jakarta dibebankan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR seluas 11 km. Sedangkan beban pembangunan tanggul laut oleh Pemprov DKI ada pada Dinas SDA dengan luas pembangunan 22 km.
Satu di antara beberapa hal yang menjadi materi pembahasan dalam MoU baru nanti, adalah beban luas akhir yang akan ditanggung masing-masing pemerintah, seiring tidak adanya peran swasta dalam membangun tanggul laut.
Riska menambahkan untuk beberapa lokasi tanggul pantai yang bersinggungan langsung dengan kawasan-kawasan milik swasta maupun BUMN/BUMD, pemerintah tetap melakukan koordinasi langsung baik di tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaannya.
“Sedang pembahasan nanti berapa hasil akhirnya yang harus dikerjakan dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ucapnya.
Berdasarkan data yang disampaikan Riska, sejak 2016-2021, Pemprov DKI baru membangun 6.150 meter atau 32 persen dari kewajibannya.
“Total tanggul terbangun kewenangan DKI masih 32 persen jika dilihat dari hasil kajian review desain PTPIN (pembangunan terpadu pesisir ibu kota negara),” ucap Riska.
Riska menyampaikan, kendala dalam memenuhi target yaitu masalah sosial dan lahan.
Dalam materi pemaparan yang diterima merdeka.com, masalah sosial yang dimaksud adalah lokasi rencana pembangunan tanggul didominasi oleh kapal-kapal wisata, serta kapal pengangkut kerang hijau. Selain itu lokasi sangat dekat dengan pemukiman warga.
“Ada trase tanggul yang beririsan dengan pemukiman warga dan juga tanah milik swasta,” kata Riska.
Kendala lain adalah, pelaksanaan pekerjaan dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya air laut.
Kendati demikian, Riska menegaskan kewajiban DKI untuk membangun tanggul laut tetap berjalan.
Dinas SDA bahkan sudah berkoordinasi dengan PT Pelindo untuk pembangunan tanggul rob di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dan untuk pembangunan 2021, Dinas SDA menggunakan dana pinjaman dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Tidak disebutkan, nilai pinjaman yang dimanfaatkan DKI untuk membangun tanggul selama periode 2021.
Sementara, Ketua Komisi D Ida Mahmudah mengatakan bahwa Dinas SDA mengalokasikan anggaran Rp104 miliar. Nilai ini sudah disepakati oleh DPRD saat pengesahan Rancangan APBD 2022. Dengan bujet tersebut, direncanakan DKI membangun tanggul seluas 700 meter.
Sedangkan Riska menyebut lokasi anggaran untuk membangun tanggul Jakarta di pesisir Jakarta sebesar Rp100 miliar.
“Alokasi anggaran pembangunan tanggul pada APBD 2022 adalah Rp100 miliar dengan target 700 meter,” tutup Riska [lia]