Jakarta – Komisi IV DPR bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sepakat untuk menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Terkait keputusan itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) menilai harus ada UU baru sekaligus persetujuan Presiden Jokowi untuk dapat menghentikannya.
“Oh silakan saja kalau dia keluarkan UU harus sama presiden (keputusannya). Lalu itu UU bisa saja diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini juga akal-akalan untuk menekan pengusaha,” ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2016).
Dengan tegas Ahok menekankan keputusannya untuk tetap melanjutkan proyek reklamasi. “Saya enggak akan geser. Enggak usah fitnah saya. Semua keputusan saya jelas dan saya enggak akan geser,” sambungnya.
Ahok menyebut jika reklamasi dibatalkan bukan hanya Pemprov DKI yang menderita kerugian, tetapi juga para pengusaha yang menanam investasi di sejumlah pulau. Ahok juga bersikukuh untuk tetap meminta 15 persen tambahan kontribusi dari para perusahaan pengembang.
“Kalau kereka mau nyambung sertifikat Pemda tiap mau nyambung bayar 5 persen NJOP. Jadi nih reklamasi, Pemda cuma dapat 45 persen dari fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum fasos). Terus 5 persen komersial. Setiap lahan yang dia jual, 15 persen dari NJOP. Rakyat juga rugi pegawai,” kata Ahok.
“Kalau kamu tetap bangun rumah dan industri, semen, atap dan kabel semua hidup. Jadi di dunia itu industri properti membuat pergerakan ekonomi terbesar di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi mau di Tiongkok mau di Eropa dari properti, itu rugi semua. Apalagi pemerintah,” pungkasnya.
Dari runutan aturannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) yang lebih berwenang terkait izin reklamasi. Dia berpegang pada Keppres era Soeharto yakni Nomor 52 Tahun 1995. Perpres yang dibuat pada tahun 2008 tak menghapuskan serta merta Keppres tersebut karena hanya tertulis untuk ‘urusan tata ruang’ saja.
Seskab Pramono Anung menjelaskan, masalah reklamasi tersebut sudah diatur lewat Keppres Nomor 52 Tahun 1995. Di dalam aturan itu ditegaskan wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada di tangan Gubernur DKI Jakarta. Dua Perpres yang terbit setelah aturan itu tidak mengurangi kewenangan gubernur untuk menerbitkan izin.
Sebelum ini, Komisi IV DPR dan KKP sepakat untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron selaku pimpinan rapat membacakan itu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, yakni DPR dan eksekutif.
“Meminta untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai memenuhi ketentuan perundang-undangan,” kata Herman di Gedung DPR, Rabu (13/4).
(aws/mad)