www.bisnis.com, Kamis, 27 Mei 2021
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta tengah membentuk panitia khusus atau Pansus Tata Kelola Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Langkah itu diambil setelah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengindentifikasi terdapat 16 aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berisiko dikuasi oleh pihak swasta. Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra S Andyka menuturkan, selama ini pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terbilang karut-marut.
Bahkan, ada potensi kerugian berupa kehilangan kepemilikan aset dan juga minusnya pendapatan daerah dari pengelolaan aset yang dikuasasi pihak ketiga itu. “Ada 16 aset potensi hilang, di mana suratnya hak guna bangunan [HGB] di atas hak pengelolaan [HPL]. Kemudian, surat dan fisiknya tidak ada di bawah penguasaan pemerintah ini memang harus dirapikan, harus dikejar supaya terang benderang,” kata Andyka melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Kamis (27/5/2021). Komisi C yang membidangi urusan pengelolaan aset daerah itu telah bersurat kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi atau Pras terkait penetapan kelengkapan Pansus Tata Kelola Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Saat ini, Komisi C tengah menanti surat keputusan penetapan pimpinan dan anggota Pansus Tata Kelola Aset dari Pras yang direncanakan terbit pada Juni 2021. “Setelah terbentuknya Pansus Tata Kelola Aset ini akan bekerja 6 bulan pertama kemudian ada opsi diperpanjang 6 bulan kedua untuk dapat menyelesaikan carut marut permasalahan aset di DKI Jakarta,” kata Andyka. Ihwal minusnya pendapatan daerah dari karut-marut tata kelola aset itu dapat ditelusuri dari sejumlah pemanfaatan aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau swasta yang tidak disertai dengan perjanjian kerja sama atau PKS.
“Ada potensi kerugian pendapatan dari pemanfaatan aset yang tidak maksimal. Berapa besarnya? Tidak tahu. Tentu ini hasil audit dari BPK yang lebih mengetahui kami hanya mendorong agar ada upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menimalisir tingkat kerugian yang dialami Pemprov DKI,” kata dia.
Pencatatan Terpisah
Fenomena pemanfaatan aset tanpa PKS itu akibat pengelolaan dan pencatatan aset daerah tidak dilakukan secara terpusat pada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta. Saat ini, pencatatan aset di Ibu Kota masih dilakukan secara terpisah antara satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD). “Sehingga kalau belum satu pintu, PKS yang belum diserahkan ke BPAD akhirnya bisa dilakukan oleh SKPD, UKPD saja di sinilah potensi kerugiannya,” kata dia. Hasil audit BPK menyatakan, bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berisiko kehilangan aset tanah atas lahan yang dikuasasi oleh swasta atau pihak ketiga. Pasalnya, terdapat 16 sertifikat asli Hak Pengelolaan atau HPL dari total 40 sertifikat yang tidak dikuasai oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini. Berdasarkan berita acara wawancara BPK bersama dengan mantan Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Pujiono pada tanggal 10 April 2020, terdapat sembilan sertifikat asli HPL yang tidak diketahui keberadaannya alias hilang, enam sertifikat salinan dan satu sertifikat salinan. “Dari hasil analisis atas dokumen sertifikat HPL [SHPL] dan daftar HPL yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan, bahwa 16 dokumen SHPL asli tidak berada dalam penguasaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” tulis Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo dalam laporan BPK tahun 2020 yang dilihat Bisnis, Selasa (25/5/2021). Sembilan HPL dengan keterangan “tidak ada sertifikat” diketahui dari hasil identifikasi BPAD terhadap dokumen sertifikat HGB di atas HPL yang tersimpan di Gedung Dokumen Aset Pulomas. Hanya saja, keberadaan fisik dokumen SHPL tersebut belum ditemukan dan masih dalam proses penelusuran. “Untuk SHPL No.2/MDS seluas 14.790 meter persegi dinyatakan hilang saat dalam penguasaan PT. DP,” ungkap Pemut. Pada tanggal 1 November 2001 PT. DP telah membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa perseroan akan mengurus dan menyelesaikan penerbitan salinan sertifikat atas HPL No.2/MDS yang hilang dalam waktu kurang lebih 6 bulan. Selanjutnya BPAD telah mengirimkan surat konfirmasi No.2730/-076.21 tanggal 9 September 2019 kepada Direktur Utama PT. DP. “Yang meminta agar PT. DP segera menginformasikan keberadaan dokumen SHPL No.2 MDS dan menyerahkannya kepada BPAD, namun sampai dengan saat ini surat tersebut belum mendapatkan tanggapan,” katanya. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo aset tetap dan akumulasi penyusutan dalam neraca per 31 Desember 2019 masing-masing senilai Rp460,3 triliun dan Rp56 triliun. Adapun, saldo aset tetap tanah per 31 Desember 2019 pada neraca senilai Rp343,9 triliun. Sementara itu, BPAD DKI Jakarta sepakat dengan hasil audit BPK terkait penatausahaan aset tanah bersertifikat HPL yang belum memadai. Atas temuan itu, BPAD berkomitmen untuk memperbaiki penatausahaan HPL dan penyajiannya dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sebagai langkah awal, BPAD akan merumuskan POS yang berkaitan dengan identifikasi dan pengumpulan SHPL, penatausahaan HPL, pengamanan HPL dan pelaporan serta monitoring HPL,” tanggapan BPAD atas hasil audit BPK dalam dokumen yang dilihat Bisnis, Kamis (27/5/2021).
Mundur dari Jabatan
Belakangan, karut- marut tata pengelolaan aset daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu disinyalir menjadi alasan Pujiono untuk mengudurkan diri dari jabatannya sejak Senin (17/5/2021) lalu. Kepala BKD DKI Jakarta Maria Qibtya menyebut, bahwa alasan pengunduran diri Pujiono berkaitan dengan tidak tercapainya target-target kinerja di bidang pengelolaan aset yang telah ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. “Alasan mengundurkan dirinya karena target-target kinerja yang kurang memnuhi capaian yang ditargetkan,” kata Maria saat dikonfirmasi, Kamis (20/5/2021). Berdasarkan catatan Bisnis, Anies Baswedan sempat mengeluhkan banyak masalah pencatatan aset Pemprov DKI Jakarta yang bertahun-tahun belum dituntaskan. Hal ini disampaikan Anies saat menyerahkan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) DKI Jakarta kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI Perwakilan DKI Jakarta, Jumat (15/3/2019). “Ada banyak, misalnya ada laporan ada catatannya tetapi barangnya tidak ternotaris dengan baik, atau ada barangnya tapi tidak tercatat, atau ada barangnya ada catatannya tapi ada selisihnya. Jadi variasinya banyak,” ujarnya. Anies juga mengatakan ada beberapa aset yang hingga saat ini masih tersandung masalah hukum. Untuk mengatasi masalah pencatatan aset, Pemprov DKI Jakarta pun telah membentuk tim yang bertugas untuk melakukan inventarisasi dan pencatatan ulang. Namun, perubahan struktur organisasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta disebut mempersulit proses pencatatan ulang tersebut. Lebih lanjut, banyak individu dahulu bertugas untuk melakukan pencatatan sudah tidak bekerja lagi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, karena pensiun ataupun sudah meninggal dunia. “Proses konfirmasinya tidak ada itu karenn pensiun, karena sudab wafat, jadi banyak faktor-faktor teknis tapi itu semua nanti kita bereskan,” kata Anies.