VIVA.co.id – Kisruh proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta, sampai saat ini belum menemui titik temu. Meski pemerintah dan perlemen sudah sepakat untuk menghentikan sementara proyek tersebut, aktivitas bisnis dari para pengembang proyek itu tetap berlanjut.
Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia, Zulfi Syarif Koto menilai, perlu adanya moratorium bersama para pemangku kepentingan terkait, guna menyelesaikan permasalahan reklamasi, agar tidak timbul stigma negatif di kalangan masyarakat.
“Duduk bersama dan selesaikan secara baik. Putuskan bersama, baik itu untuk pengembang maupun investor,” ujar Zulfi, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Senin 18 April 2016.
Zulfi memandang, selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan para pengembang, serta pemangku kepentingan terkait, justru seperti berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah Pusat dalam hal ini, kata dia, seharusnya bisa menjadi penengah.
Apalagi, langkah pemasaran yang dilalukkan PT Agung Podomoro Land Tbk, yang memiliki hak atas pengelolaan Pulau G kawasan tersebut memang sudah melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku, karena belum memiliki persayaratan yang cukup.
“Sekarang sudah ada iklan di TV, belum lagi video di Youtube (yang diunggah Podomoro Land). Ini harus diatur, jangan justru liberal. Harus kembali kepada Pancasila, karena kita negara hukum,” tuturnya.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, disebutkan bahwa persyaratan keterbangunan fisik minimal harus 20 persen jika para pengembang ingin memasarkan proyeknya. Sayangnya, aturan pelaksana teknis dari UU tersebut sampai saat ini belum rampung.
Menurut Zulfi, ranah tersebut sudah masuk ke dalam zona Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Karena ini, sudah soal perizinan dan pemasaran. Ayo duduk bersama, karena saat ini di DKI memang sedang panas. Saya yakin mampu, karena memang niat reklamasi itu baik,” kata dia.
Sebagai informasi, meskipun proyek reklamasi hingga kini masih berkutat di Komisi Pemberantasan Korupsi, namun aktivitas bisnis dari para pengembang di kawasan tersebut terbukti masih berjalan dengan baik.
Dikutip dari Pluit-City.com, Pulau G Teluk Jakarta yang dikelola oleh anak usaha PT Podomoro Land Tbk, PT Muara Wisesa Samudra justru tetap bergeliat memasarkan proyek baru mereka, meskipun pulau-pulau di kawasan itu dituding beraroma suap.
Bahkan, dua menara (tower) yang menjadi hunian modern ala emiten berkode APLN tersebut diklaim telah ludes terjual sejak diluncurkan. Hingga kini, APLN kembali membuka reservasi untuk tower terbaru dengan harga yang berada di kisaran Rp200 juta sampai dengan Rp500 juta. (asp)
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/761955-harus-ada-penengah-dalam-proyek-reklamasi