www.merdeka.com, Jumat, 30 April 2021
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, meminta Pemerintah Provinsi DKI menunda perluasan pemasangan Jakwifi. Pertimbangannya, bujet per bulan untuk setiap titik terlalu mahal namun koneksitas internet lambat.
Per bulan, biaya abodemen Jakwifi berkisar Rp6 juta. Angka ini dinilai terlalu mahal jika dibandingkan kecepatan internetnya.
“Rp6 juta per bulan itu kemahalan, katanya stabilitas jaringan mereka bisa tetap kuat walaupun banyak WiFi lain di sekitarnya, tapi pas kita reses lemot-lemot juga,” ucap Mujiyono, Jumat (30/4).
Selain itu, Mujiyono berpandangan, perluasan titik Jakwifi tidak menjadi prioritas seiring rencana pemerintah menerapkan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah. Sehingga pemanfaatan Jakwifi tidak optimal.
“Sesuai dengan permintaan Pak Presiden meminta dimulai pembelajaran tatap muka serempak per Juli 2021, kira-kira Jakwifi enggak terlalu dibutuhkan untuk siswa PJJ,” ucapnya.
Politikus Demokrat itu menuturkan jika anggaran untuk perluasan Jakwifi bisa direlokasi ke penambahan biaya untuk subsidi kuota internet melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP), atau pemeliharaan infrastruktur sekolah yang tidak terpakai selama 1 tahun lebih.
“Anggarannya masukin saja ke tambahan kuota untuk KJP, bisa juga buat percepatan vaksin guru-guru, buat maintenance sekolahannya, penyediaan hand sanitizer tiap sekolah,” tandasnya.
Penyediaan Jakwifi, hotspot internet, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seiring kebijakan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi Covid-19.
Gubernur Anies Baswedan menargetkan Jakwifi bisa terpasang di 9.000 titik. Pada Agustus 2020 Jakwifi sudah terpasang di hampir 5.000 titik. [lia]