www.tribunnews.com, Jumat, 12 November 2021
Pemenuhan sisa 21 persen ruang terbuka hijau (RTH) Jakarta di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor dinilai jauh lebih murah.
Sebagai daerah yang berstatus Ibu Kota Negara RI, harga nilai jual objek pajak (NJOP) tanah di Jakarta tentu lebih mahal dibanding kawasan lainnya, termasuk Puncak.
“Bagi pemerintah lebih cepat kan lebih murah apabila kami membangun RTH selain di Jakarta, tetapi di daerah-daerah sekitar Jakarta,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI pada Kamis (11/11/2021) malam.
Ariza mengatakan, selama ini Jakarta selalu mendapatkan kiriman air dari kawasan hulu karena berada di wilayah dataran rendah.
Karena itu, upaya pemenuhan RTH di bagian hulu seperti Puncak dianggap mampu mengurangi debit air kiriman yang masuk ke Jakarta.
“Seperti kita tahu Jakarta ini kan daerahnya sangat dataran rendah, air kiriman dari daerah-daerah yang lebih tinggi itu bisa diatasi di antaranya adalah memperluas ruang terbuka hijau. Termasuk dibangunnya Waduk Cimahi maupun Waduk Ciawi, mudah-mudahan akhirnya tahun ini sudah bisa difungsikan lebih optimal,” imbuhnya.
Menurutnya, pemenuhan sisa RTH Jakarta di daerah lain karena didorong minimnya ketersediaan lahan di Ibu Kota.
Selain itu, kawasan Jabodetabek Punjur juga dinilai memiliki keterkaitan, terutama dalam mengendalikan banjir.
“Termasuk di Puncak Bogor dan di Bekasi merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan dengan Jakarta, harus saling mendukung daerah-daerah penyangga dan dibutuhkan RTH yang lebih banyak dan lebih luas,” ujar mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra ini.
Hingga kini, kata dia, rencana pemenuhan RTH Jakarta tersebut masih dalam pembahasan. Nantinya Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil akan melakukan pembahasan mendalam sesuai Perpres Nomor 60 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).
“Nanti Pak Sofyan Djalil sebagai pimpinan sedang diskusikan dan rencanakan dengan seluruh daerah antara Jakarta, Banten kemudian juga Jawa Barat, serta daerah-daerah kabupaten dan kota sekitar Jakarta. Kami selama ini selalu berdiskusi dan membuat perencanaan yang baik dan komprehensif, dalam rangka pencegahan banjir termasuk maslaah sampah dan lingkungan,” jelas Ariza.
Ariza juga berpendapat bahwa RTH di Jakarta tidak mungkin dipindah secara keseluruhan ke daerah lain.
Di setiap daerah dari tingkat provinsi, kota dan kabupaten, keberadaan RTH merupakan hal yang wajib, sebagaimana UU Nomor 26 tahun 2008 tentang Penataan Ruang.
Berdasarkan data yang diperoleh, luas RTH publik di wilayah DKI Jakarta pada 2020 lalu mencapai 9,98 persen dari total luas wilayah.
Sementara target RTH publik minimal 20 persen dan RTH privat 10 persen, sehingga total RTH pada 2030 mendatang mencapai 30 persen.
Angka itu mengacu pada Pasal 29 dan 30 pada UU Nomor 26 tahun 2008 yang mengamanatkan luas minimal RTH sebesar 30 persen dari luas wilayah.
“RTH itu harus ada di setiap provinsi maupun kabupaten dan kota. Malah DKI harus ditambah,” ucapnya.
Seperti diketahui, Kementerian ATR/BPN berencana memindahkan pemenuhan RTH DKI Jakarta ke daerah Puncak, Kabupaten Bogor.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya mengatasi persoalan banjir di Jakarta, dan memastikan perbaikan lingkungan di wilayah hulu.
Wacana tersebut dikatakan Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil dalam rangkaian peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (HANTARU) 2021 di kantornya, Jakarta, pekan lalu.
Sofyan mengatakan itu sebagai bagian dari kolaborasi bersama menyelamatkan Kawasan Puncak.
Dikutip dari situs BPN, Sofyan mengatakan RTH di Jakarta yang masih jauh dari target akan dikaji ulang agar bisa dipindahkan pemenuhannya ke daerah Puncak.
“Bagaimana kita mengatasi Puncak ini? Kalau kita bekerja bersama, saya akan mengubah aturan tentang RTH Jakarta. Sekarang kita tafsirkan di Undang-Undang tentang RTH itu, tidak boleh lagi,” ujar Sofyan pada Jumat (5/11/2021).
“Tidak lagi berdasarkan wilayah-wilayah terkecil, tapi sebuah kawasan. Kita akan mengubah konsep RTH karena sekarang di Jakarta tidak mungkin menambah 21 persen RTH yang tersisa,” jelasnya. (faf)