www.kompas.com, Rabu, 17 November 2021
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyoroti perbandingan anggaran kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) anggota DPRD DKI Jakarta senilai Rp 49 miliar. Pasalnya, anggaran tersebut lebih besar Rp 28 miliar dibandingkan anggaran renovasi sekolah di DKI Jakarta yang hanya dipos sebesar Rp 21 miliar dalam rancangan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI 2022. “Kalau melihat perbandingan itu memang sudah timpang dan semakin menguatkan alasan betapa tidak pentingnya mendukung keinginan DPRD untuk dapatkan dana kunjungan ke dapil,” ujar Lucius saat dihubungi melalui telepon, Rabu (17/11/2021).
Dia bertutur, di samping angka yang terlalu besar, urgensi kunjungan ke daerah pemilihan tidak diperlukan untuk anggota DPRD DKI. Pasalnya para wakil rakyat tersebut sudah berada di tengah-tengah masyarakat pemilihnya, berbeda dengan anggota DPR-RI yang harus pulang kampung untuk menemui para pemilihnya.
“Anggota DPRD ini berada di tengah dapil, mestinya dari sisi pengeluaran yang harus disiapkan DPRD sangat kecil,” kata Lucius. Kegiatan reses, kata Lucius, dinilai sudah cukup untuk menyerap aspirasi masyarakat. Kegiatan yang dilakukan tiga kali dalam setahun itu pun sudah memiliki anggaran yang berkisar Rp 300-350 juta. Apabila dirasa kurang untuk menyentuh masyarakat, Lucius menyebut sebaiknya para anggota Dewan dengan kesadaran sendiri membuat kunjungan ke daerah pemilihannya.
“Yang perlu bagi DPRD itu hanya kemauan untuk mengunjungi dapilnya, bukan soal tidak ada anggaran. Jadi mengada-ada saja saya kira anggaran untuk kunjungan ke Dapil itu,” tutur dia. Sebagai informasi, DPRD DKI Jakarta menganggarkan Rp 49 miliar untuk kegiatan kunjungan dapil 106 anggota Dewan dalam rencana kerja tahunan (RKT) 2022. Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Dewan Augustinus mengatakan, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan kunjungan dapil. Anggaran tersebut akan digunakan oleh 106 anggota Dewan. Sehingga setiap anggota Dewan akan mendapatkan dana kunjungan sebesar Rp 38,4 juta untuk satu hari kunjungan setiap bulan. “Kurang lebih Rp 35-40 juta sebulannya. Jadi sebulan 4 miliar untuk 106 anggota dewan,” tutur Augustinus.