jakarta.bisnis.com, Rabu, 5 Juni 2024
Bisnis
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan sejumlah catatan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait dengan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU). Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2023, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan PSU yang berasal dari pemenuhan kewajiban pihak ketiga dalam lingkup Pemprov DKI telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan sejumlah pengecualian.
Menurut BPK, simpulan tersebut didasarkan atas sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama berkaitan dengan penyerahan kewajiban Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT)/Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR).
“Penyerahan kewajiban SIPPT/IPPR pada 34 pemegang izin SIPPT/IPPR berupa lahan seluas 1,44 juta m² dan konstruksi seluas 3,01 juta m² belum dilaksanakan sesuai ketentuan. Seperti kewajiban PSU berupa lahan belum diserahkan oleh pemegang izin kepada Pemprov DKI Jakarta, dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya dalam SIPPT/IPPR dan Keterangan Rencana Kota [KRK], berada pada lahan yang belum dibebaskan, dan belum ditindaklanjuti dengan Perjanjian Pemenuhan Kewajiban [PPK],” demikian tertulis dalam salinan dokumen tersebut, dikutip Rabu (5/6/2024).
Permasalahan tersebut dinilai menghambat pemanfaatan lahan untuk kepentingan umum dan munculnya potensi kebutuhan PSU dalam KRK yang tidak terpenuhi. Lebih lanjut, permasalahan kedua adalah adanya lahan PSU yang telah diserahterimakan kepada Pemprov DKI Jakarta, tetapi belum didukung perjanjian kerja sama pemanfaatan, tidak dimanfaatkan sesuai fungsi rencana, serta penggunaan kewajiban PSU yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Menurut BPK, hal-hal tersebut berpotensi mengakibatkan hilangnya pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov DKI hingga tidak terpenuhinya kebutuhan PSU dalam rencana kota/rencana detail tata ruang (RDTR). “Kewajiban atas penyertifikatan tanah hasil penyerahan kewajiban SIPPT/IPPR belum dilaksanakan oleh 23 pemegang izin SIPPT/IPPR seluas 1,49 juta m² atas nama Pemprov DKI Jakarta. Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi beralihnya kepemilikan atas aset lahan seluas 1,49 juta m² yang sertifikatnya belum diatasnamakan Pemprov DKI Jakarta,” demikian bunyi permasalahan ketiga yang diungkapkan BPK. Atas catatan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan beberapa langkah.
Terkait penyerahan kewajiban SIPPT/IPPR yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan, Gubernur DKI direkomendasikan agar memberikan arahan kepada jajarannya agar melakukan penagihan kembali hingga melakukan pelaporan secara berkala. Selain itu, BPK telah merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta agar memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengamanan aset PSU, menindaklanjuti dalam bentuk perikatan/kerja sama atas pemanfaatan aset daerah, serta memastikan lahan digunakan sesuai peruntukannya.
“BPK merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta antara lain agar memerintahkan wali kota terkait supaya memerintahkan TP3W [Tim Pengendalian dan Pembangunan Wilayah] melakukan penagihan sertifikat sampai dengan sertifikat dibaliknamakan atas nama Pemprov DKI Jakarta,” pungkas laporan tersebut.