06 Mei 2015 Pengelolaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) meliputi tiga tahapan, yaitu tahapan Pra penempatan, Masa Penempatan di luar negeri, dan Purna Penempatan. Di dalam penempatan TKI ini ada beberapa skema penempatan TKI, antara lain skema Government To Government, Governmet To Private, Private To Private , dan Kepentingan perusahaan sendiri, serta Perorangan (mandiri).
BPK pada semester II Tahun 2014 telah melaksanakan Pemeriksaan Kinerja atas Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah dalam Penempatan dan Perlindungan TKI Skema Private to Private di Tahapan Pra dan Purna Penempatan Tahun 2013 dan 2014. Pada pemeriksaan atas Private to Private ini, BPK lebih menekankan pada beberapa aspek yaitu aspek regulasi, sistem informasi, serta aspek Pra dan Purna Penempatan. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional, R. Yudi Ramdan Budiman, selaku juru bicara BPK dihadapan wartawan pada Rabu, 6 Mei 2015, di Kantor BPK RI, Jakarta.
Pemeriksaan atas empat aspek/sasaran tersebut dilakukan oleh BPK pada Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Dinas Tenaga Kerja Provinsi/kabupaten/Kota dan instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau.
Hasil pemeriksaan atas empat aspek/sasaran tersebut mengungkapkan bahwa masih ada permasalahan yang harus segera dibenahi oleh Pemerintah. Permasalahan pertama adalah masalah regulasi. Permasalahan regulasi tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri tidak diatur secara lengkap dan jelas, hal ini terjadi karena undang-undang yang mengatur seluruh tahapan pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI perlu penyempurnaan, serta masih terdapat tumpang tindih aturan-aturan mengenai penempatan dan perlindungan TKI.
Permasalahan berikutnya adalah masalah Sistem Informasi. Masalah sistem informasi terkait pelaksanaan program penempatan dan perlindungan TKI belum sepenuhnya memadai karena belum sepenuhnya sistem dan jaringan informasi perlindungan dan penempatan TKI terintegrasi dengan seluruh stakeholders.
Selanjutnya masalah Pra Penempatan yaitu penetapan struktur biaya (cost structure) penempatan TKI belum sepenuhnya transparan, rinci dan valid sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Masalah yang terkait Purna Penempatan adalah pembinaan atas purna TKI belum sepenuhnya memadai karena pemberdayaan purna TKI belum sepenuhnya dilaksanakan secara optimal serta terdapat permasalahan dalam fasilitas pengurusan klaim asuransi.
Melihat permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk melakkukan koordinasi dengan pihak terkait guna mempercepat pembahasan perubahan UU Nomor 39 tahun 2010 serta melakukan pembahasan dengan kepala BNP2TKI dan instansi terkait lainnya mengenai Permenakertrans dan Perka BNP2TKI yang tumpang tindih dan tidak selaras.
Selain itu, BPK juga memberikan rekomendasi kepada Kepala BNP2TKI untuk menyempurnakan integrasi SISKOTKLN, melakukan sosialisasi kepada Perwakilan RI di luar negeri terkait kewajibannya dalam meneliti dan mengesahkan dokumen persyaratan SIP serta segera mengintegrasikan sistem P2TKI di seluruh Perwakilan RI, dan menuangkan standar penetapan status permasalahan ke dalam Perka Badan derta mensosialisasikan kepada petugas crisis center baik tingkat kantor pusat maupun BP3TKI.