07 April 2015
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2014, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) mengungkapkan 7.950 temuan yang terdiri atas 7.789 masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp40,55 triliun, dan 2.482 masalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Dari masalah ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 3.293 masalah berdampak pada pemulihan keuangan negara/daerah/perusahaan atau berdampak finansial senilai Rp14,74 triliun.
Masalah berdampak finansial tersebut terdiri atas masalah yang mengakibatkan kerugian Rp1,42 triliun, potensi kerugian Rp3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp9,55 triliun. Selain itu, terdapat 3.150 masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp25,81 triliun. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua BPK RI,Harry Azhar Azis, saat penyerahan IHPS dan LHP Semester II Tahun 2014 kepada DPR RI pada Selasa (7/4) di Gedung Sidang Paripurna Nusantara II DPR RI, Jakarta.
Dari pemeriksaan Semester II Tahun 2014, BPK RI menemukan masalah yang perlu mendapat perhatian pemerintah pusat. Masalah tersebut antara lain persiapan pemerintah pusat belum sepenuhnya efektif untuk mendukung penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual pada 2015.
BPK RI juga menemukan masalah penerimaan pajak dan migas senilai Rp1,12 triliun yang terdiri atas potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) migas terutang minimal sebesar Rp666,23 miliar dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas Tahun 2014 minimal sebesar Rp454,38 miliar. BPK RI juga menemukan ketidakpatuhan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terhadap ketentuan cost recovery, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara senilai Rp6,19 triliun.
Ketua BPK RI juga mengungkapkan masalah lain yang dihadapi oleh pemerintah pusat adalah mengenai belanja infrastruktur di Kementerian ESDM. BPK RI menemukan 137 kontrak proyek pembangunan transmisi dan gardu induk yang terhenti. Dengan berhentinya proyek tersebut mengakibatkan hasil proyek yang belum selesai senilai Rp5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan. Selain itu, terdapat kerugian negara senilai Rp562,66 miliar atas sisa uang muka yang tidak dikembalikan oleh para penyedia barang/jasa.
Khusus pemeriksaan kinerja, BPK RI juga melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas layanan paspor pada Kementerian Hukum dan HAM. Dari pemeriksaan tersebut, BPK RI menemukan adanya masalah dalam perubahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan Payment Gateway. Implementasi Payment Gateway mengabaikan risiko hukum, antara lain pemilihan vendor Payment Gateway dilakukan pada saat tim E-Kemenkumham belum memiliki kewenangan dan rekening bank untuk menampung PNBP tidak memiliki izin dari Kementerian Keuangan.
Selain itu, BPK RI juga melakukan pemeriksaan kinerja atas program penanggulangan kemiskinan. Salah satu yang diperiksa adalah penyakuran subsidi beras untuk masyarakat miskin (raskin). BPK RI menyimpulkan pelaksanaan program penyaluran sibsidi raskin belum sepenuhnya efektif untuk mencapai tujuan-tujuan program. Hal ini disebabkan karena data penerima manfaat yang mutakhir tidak memadai sehingga sebagian penerima program raskin berisiko tidak tepat sasaran, mekanisme pengujian kualitas beras raskin belum jelas.
Dihadapan anggota DPR RI, Ketua BPK RI mengatakan bahwa pada periode 2010-2014, BPK RI telah menyampaikan 215.991 rekomendasi senilai Rp77,61 triliun kepada entitas yang diperiksa, dan baru ditindaklanjuti 55,54% atau sebanyak 120.003 rekomendasi. BPK RI juga telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang atau penegak hukum sebanyak 227 surat yang memuat 442 temuan senilai Rp43,83 triliun.