Anies Menang PK di Kasus Tanah, DKI Lolos dari Gugatan Rp 12 M

Detik

Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Gubernur Anies Baswedan dikabulkan Mahkamah Agung (MA) di kasus tanah Ciganjur. Alhasil, Pemprov DKI Jakarta lolos dari gugatan ganti rugi Rp 12 miliar.
Kasus itu berawal pada 1990. Kala itu, Pemda DKI mengklaim sebidang tanah di Jalan Kemenyan I, RT 011 RW 005, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan, sebagai tanahnya. Puncaknya, Pemda DKI mematok papan kepemilikan pada 2016.

Warga yang merasa memiliki tanah itu pun menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Mereka adalah Hamdani, Nurmanih, dan Nani Asmani. Ketiganya menggugat Pemda DKI/Gubernur DKI, Lurah Ciganjur, dan Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Hamdani dkk menggugat Pemda DKI Jakarta untuk membayar ganti rugi Rp 12 miliar.

Pada 4 April 2019, PN Jaksel memutuskan tidak menerima gugatan tersebut. Alasannya, penggugat tidak bisa membuktikan dirinya sebagai ahli waris atas tanah yang disengketakan. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 5 September 2019.

Hamdani dkk tidak terima dan mengajukan kasasi dan dikabulkan. Majelis kasasi memerintahkan kepada Tergugat I, Turut Tergugat 1 dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk mengganti kerugian materiil kepada para penggugat terkait perkara ini dengan akumulasi kerugian sebesar Rp 1.203.600.000.

Kemenangan Hamdani diketok oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Yunus Wahab dan Dwi Sugiarto. Berikut pertimbangan majelis kasasi memenangkan Hamdani:

Pertama, walaupun dalam petitum para pemohon kasasi tidak menyebut/menyatakan sebagai pemilik tapi dalam posita sudah disebut sebagai berhak dan menuntut ganti rugi, gugatan tidak niet ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak masuk kategori gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

Kedua, objek sengketa adalah tanah yang terbukti telah dibebaskan oleh para penggugat atau para pemohon kasasi berdasarkan Surat Pernyataan Oper Garap tertanggal 7 Juni 1983 atas tanah eks Eigendom Verponding Nomor 8280 dan pernah dikuasainya berdasarkan Surat Keterangan Kepemilikan dan Penyerahan Phisik oleh Lurah Ciganjur, dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Atas alas hak tersebut, para penggugat (para pemohon kasasi) telah memohonkan hak kepada Kantor Pertanahan Jakarta Selatan pada tahun 2015 dengan telah membayar PNBP serta telah terbit surat ukurnya.

Ketiga, tindakan tergugat atau termohon kasasi yang menyatakan bahwa objek sengketa girik C. 140, Persil 112 SII tidak dapat dibenarkan karena dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan Girik 140, Persil 112 SII tersebut objeknya di tempat lain, yaitu berlokasi di Jalan Timbul, RT 008, RW 006, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan sehingga walaupun tergugat telah membebaskan Girik 140 tersebut tetapi lokasinya bukan pada objek sengketa. Lokasi yang bukan pada objek sengketa yaitu di Jalan Kemenyan I, RT 011, RW 005, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Tindakan tergugat yang melakukan penguasaan objek sengketa dan mengajukan permohonan hak atas tanah adalah perbuatan melawan hukum.

Keempat, karena penggugat adalah pemegang hak garap, penggugat mempunyai prioritas untuk mendaftarkan haknya kepada instansi yang berwenang.

Kelima, penggugat sebagai pemilik tanah objek sengketa yang dipakai tanpa hak oleh tergugat sehingga penggugat berhak untuk mendapat ganti rugi atas perbuatan tergugat yang patut dan adil.

Keenam, perhitungan kerugian akibat kehilangan hak memanfaatkan dan menikmati objek sengketa 5.768 meter x 20 bulan x Rp10.000 = Rp 1.153.600.000. Kerugian biaya pengurusan pendaftaran hak atas objek sengketa dan biaya yang telah disetor ke kas negara sejumlah Rp 50 juta. Sehingga jumlah seluruhnya adalah Rp 1.203.600.000.

Mendapati kekalahan itu, Anies tidak diam. PK pun dilayangkan dan dikabulkan.
“Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1156 K/PDT/2020 tanggal 21 Juli 2020, yang membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 485/PDT/2019/PT DKI, tanggal 5 September 2019, yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 270/Pdt.G/2018/PN Jkt Sel, tanggal 9 April 2019. Mengadili kembali. Dalam pokok perkara menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima,” putus majelis PK yang dilansir website MA, Rabu (13/7/2022).

Duduk sebagai ketua majelis Nurul Elmiyah dengan anggota Maria Anna Samiyati dan Pri Pambudi Teguh. Berikut pertimbangan majelis PK yang membalik keadaan:

Bahwa gugatan a quo adalah sengketa kepemilikan antara Para Penggugat dan Para Tergugat, dalam posita maupun petitum gugatan tidak dicantumkan permintaan yang menyatakan terlebih dahulu bahwa objek tanah sengketa adalah milik dari Para Penggugat, sedangkan bukti-bukti Para Penggugat bukanlah bukti kepemilikan atas tanah yang otentik, sehingga dengan tidak dicantumkannya permintaan agar dinyatakan pemilik yang sah atas objek sengketa menjadikan gugatan a quo kabur/obscuur libel;

Bahwa demikian pula berkaitan dengan gugatan Para Penggugat yang berisi tuntutan ganti rugi atas tanah objek sengketa yang disengketakan kepemilikannya oleh Para Penggugat dengan Tergugat I, akan tetapi dalam surat gugatannya Para Penggugat yang tidak menuntut agar terlebih dahulu tanah sengketa dinyatakan milik Para Penggugat, sehingga putusan judex juris yang membatalkan judex facti (Pengadilan Tinggi), yang pada pokoknya antara lain memerintahkan agar Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat I secara tanggung renteng membayar kerugian materiil kepada Para Penggugat sebesar Rp1.203.600.000,00 (satu miliar dua ratus tiga juta enam ratus ribu rupiah) adalah tidak beralasan hukum, karena itu merupakan kekeliruan hakim;

(asp/idn)