Anies Disorot BPK soal Pemborosan Gaji PNS DKI hingga Salah Sasaran Dana BOS

www.kumparan.com, Rabu, 08 Desember 2021

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pengelolaan APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. BPK menemukan bahwa Pemprov DKI melakukan sejumlah belanja yang tidak sesuai atau melebihi ketentuan yang nilainya mencapai Rp 10,82 miliar.

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2021, BPK menyoroti pemborosan pembayaran gaji PNS DKI hingga kesalahan penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Dana BOS.

“Belanja yang tidak sesuai/melebihi ketentuan yaitu pembayaran gaji/tunjangan kinerja daerah/tambahan penghasilan pegawai, pembayaran premi data kepesertaan yang ganda TA 2018, 2019, dan 2020, pembayaran insentif tenaga penunjang kesehatan dari dana BTT, kesalahan penyaluran dana BOS,” seperti dikutip dari laporan BPK, Rabu (8/12).

BPK menyatakan atas permasalahan ketidakpatuhan tersebut, pada umumnya pemda menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan dan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK.

Pemda juga berkomitmen melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain akan meminta rekanan menyetorkan kelebihan pembayaran ke kas daerah atau memberikan kesempatan kepada penyedia menyelesaikan pekerjaan baru sebesar kekurangan volume, melengkapi data BMD, dan melakukan pemantauan, pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan secara cermat dan sesuai dengan ketentuan.

Adapun, ketidakpatuhan pada Pemrov DKI Jakarta tersebut merupakan sebagian dari 6.295 permasalahan ketidakpatuhan yang berhasil diungkap BPK. Permasalahan tersebut meliputi permasalahan ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan (berdampak finansial) sebanyak 4.048 permasalahan sebesar Rp 2,07 triliun dan penyimpangan administrasi (tidak berdampak finansial) sebanyak 2.247 permasalahan.

Permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial meliputi permasalahan ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian sebanyak 2.645 permasalahan sebesar Rp 1,19 triliun, potensi kerugian sebanyak 549 sebesar Rp 260,36 miliar, dan kekurangan penerimaan sebanyak 854 permasalahan sebesar Rp 623,87 miliar.

Atas permasalahan ketidakpatuhan tersebut, selama proses pemeriksaan entitas telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran uang ke kas negara/daerah atau penyerahan aset sebesar Rp 310,42 miliar.