www.titikkata.com, Rabu, 7 Februari 2024
Titikata
Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah kejanggalan dalam pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Adapun kejanggalan tersebut seperti realisasi pembangunan SJUT yang jauh dari target, kemudian tidak adanya regulasi yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta sebagai payung hukum pengerjaan SJUT setelah habis masa berlaku regulasi sebelumnya, tanpa ada evaluasi terhadap progres pembangunan SJUT sehingga hal tersebut mengakibatkan pembangunan SJUT di DKI Jakarta berhenti.
Lalu, tidak adanya rencana induk pembangunan SJUT yang komprehensif dengan memuat rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan daerah, dan jangka waktu penyelesaian pembangunan SJUT.
Selanjutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Pemprov DKI Jakarta belum memiliki pengaturan dan pengawasan mengenai kabel bekas baik di dalam, di permukaan tanah maupun di udara, termasuk pengolahan limbah kabel.
Berikutnya, Kominfo belum menyusun panduan SJUT dan belum optimal menangani pengaduan atau keluhan tentang tarif SJUT.
Ditemui TitikKata, Selasa (6/2/2024), di gedung Ombusman RI, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan akan menindaklanjuti temuan tersebut untuk dilakukan evaluasi sebab jika tidak maka akan berpotensi maladministrasi, karena adanya kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum.
“SJUT akan kita tindak lanjuti dalam bentuk FGD-FGD ke pemprov, DPRD dan BUMD yang menghandle itu ya JakPro dan Sarana Jaya karena belum ada rencana induknya. Jadi yang kemarin sudah jalan itu baru 25’an Jakpro, sarana Jaya malah 1 persen masih kecil sekali. Jadi baru jakarta selatan kayaknya belum sampai ke seluruh Jakarta. Jadi harus ditindak lanjuti kita evaluasi tapikan rencana induknya gak ada,” katanya.
Selain itu, kata Hery Ombusman RI juga sudah menyampaikan temuan tersebut kepada Pemprov DKI Jakarta.
“Sudah, kemarin disampaikan di laporan tahunan juga ada. Pastinya mereka akan memberikan feedback apakah lewat inisiatif mereka atau inisiatif ombusman kita harus tektokan dalam konteks koordinasi kerja sama ini. Melalui FGD-FGD lanjutan lah,” katanya.
Meski demikian, Hery menyayangkan kinerja Pemprov DKI Jakarta seperti demikian terlebih mereka hanya merespon ketika adanya kejadian yang menimbulkan korban.
“Rencana induk, grand desain nanti itu menjadi protap yang secara tehnis aplikatif bisa diterjemahkan lebih digit gitu, capainnya itu berapa sih bagaimana jangan belum ada rencana induk dia bikin. Targetnya jangka pendek akhirnya, harusnya kan kalau bicara SJUT bicara sistem harusnyakan holistik integratif rencananya desainnya harus konekting jangan parsial sepotong-potong ada duit berhenti nah itu gak boleh. Karena kalau gak dirapikan ini jakarta udah semrawut banyak korban juga yang kena, kabel yang menjuntai kena kabel optik segala macam. Dan dalam laporan kabel optik itu pemda itu baru merespon kalau ada pengaduan, masa bekerja ketika sudah ada korban dulu baru mengadu baru diperbaikin harusnyakan kalau mitigasi ketika ada kabel menjuntai ya langsunglah. Tapi okelah kuncinya di rencana induk tadi dia harus survei dulu semua lokasi jakarta utara, selatan, pusat semua dimitigasi baru apa yang mau dilakukan,” katanya.
Untuk diketahui, pembangunan proyek SJUT ini dikerjakan oleh PT Jakarta Propertindo sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 110 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada PT Jakpro dalam Penyelenggaraan SJUT, dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 70 Tahun 2020 tentang Penugasan Kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya dalam Penyelenggaraan SJUT.