www.kompas.id, Selasa, 13 Juni 2023
Kompasid
Jakarta masih memiliki banyak aset lahan yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas lahan pemakaman warga yang meninggal. Dengan pemilihan dan penggunaan lahan milik pemerintah daerah yang optimal, Jakarta tidak seharusnya dibayangi krisis makam.
Pendapat ini disampaikan anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian, Selasa (13/6/2023), saat menanggapi pemberitaan Kompas terkait krisis lahan makam di Jakarta yang terbit pada Senin (12/6/2023).
”Krisis lahan di Jakarta merupakan hal yang tidak semestinya terjadi pada saat ini. Aset berupa lahan tidur yang tersebar dalam struktur Pemprov DKI sangat banyak. Di sisi lain, dinas terkait membeli makam yang kualitas tanah dan kesiapannya buruk. Mereka juga buruk dalam mengefisiensi anggaran dalam perolehan tanah,” ujarnya di Jakarta.
Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia itu mengatakan, pihaknya menyampaikan pandangan terkait masih banyaknya lahan tidur di Jakarta yang dapat dimanfaatkan untuk menambah lahan makam saat membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di 2019.
Warga berdoa di makam keluarganya di blok pemakaman khusus Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Sabtu (3/4/2021).
Saat itu, Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki 1.579 bidang tanah yang belum dapat dipastikan keberadaannya. ”Fraksi PSI meminta agar Pemprov DKI Jakarta dapat tertib dalam melakukan pencatatan aset sehingga aset yang memang sudah dimiliki dapat diperuntukkan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat Jakarta,” kata Justin.
Hal lain yang ia pastikan mengakibatkan terbatasnya pengadaan lahan untuk pemakaman di Jakarta adalah kualitas dari pengadaan tanah oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Padahal, anggaran yang digunakan untuk pengadaan lahan terbilang besar.Masalah ini muncul antara lain saat Pemprov DKI mengajukan anggaran Rp 219 miliar untuk membeli tanah makam di lima lokasi untuk pemakaman korban meninggal Covid-19 pada 2020. Anggaran yang kemudian hanya disetujui DPRD senilai Rp 186,24 miliar ternyata dipakai untuk membeli lahan yang tidak siap pakai.
Lahan yang belum siap dipakai membuat pemerintah memerlukan waktu dan mengeluarkan anggaran tambahan untuk mengolah lahannya. Pada akhirnya, Pemprov DKI kembali mengandalkan Tempat Pemakaman Umum Rorotan, di Cilincing, Jakarta Utara, sebagai tempat pemakaman warga meninggal akibat Covid-19. TPU itu memiliki lahan seluas 25 hektar, tetapi baru kurang dari 5 ha yang dimanfaatkan.
Peziarah berdoa di pusara pemakaman dengan protokol Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (24/8/2021). Banyak anak Indonesia kehilangan orangtua karena Covid-19.
”Dari hasil investigasi lapangan yang saya lakukan di Rorotan, ternyata tanah yang telah dibeli Pemprov untuk TPU seluas 25 hektar tersebut juga sangat tidak ideal. Sebagian besar merupakan areal persawahan sehingga dibutuhkan pematangan tanah yang cukup besar,” ujarnya.
Kejanggalan pengadaan lahan makam juga pernah ia soroti di daerah Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menurut analisis BPK, ditemukan kejanggalan pengadaan enam bidang tanah makam seluas 1,43 ha dengan nilai Rp 71,24 miliar.
Harga satuan untuk empat bidang tanah sebesar Rp 5,2 juta per meter persegi dan dua bidang lainnya Rp 4,75 juta per meter persegi. Berdasarkan data harga itu, kemudian dilakukan perhitungan ulang harga pasar dan menurut BPK pengadaan tanah ini lebih mahal Rp 3,33 miliar.
Selain tidak efisiennya pembelian lahan makam, Distamhut DKI juga tidak memaksimalkan anggaran tahunan mereka. Contoh pada 2019, mereka hanya merealisasikan 62 persen dari Rp 250 miliar anggaran yang ada. Lalu, pada 2020, mereka hanya menghabiskan 84 persen dari Rp 219 miliar anggaran untuk pengadaan lahan makam.
Untuk mengklarifikasi hal ini, Kompas sudah menghubungi pejabat terkait di Distamhut DKI. Namun, sampai berita ini ditulis, Distamhut DKI belum memberikan keterangannya.
Menurut catatan Kompas, luasan lahan makam di Jakarta belum bertambah signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini timpang dengan permintaan lahan makam yang terus bertambah.
Pada tahun 2015, luas tanah pemakaman di Jakarta lebih kurang 5,85 juta meter persegi dari 73 TPU milik Pemprov DKI Jakarta. TPU itu berlokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Pada 2018, luas TPU bertambah menjadi 6,07 juta meter persegi dari 82 TPU. Artinya, dalam selang waktu tiga tahun terdapat penambahan sembilan TPU dengan luas lahan bertambah 3,5 persen.
Dibandingkan dengan data kematian di Jakarta yang dicatat Badan Pusat Statistik Jakarta, jumlah warga yang meninggal dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Ini signifikan selama periode 2020 dan 2021 yang dipengaruhi pandemi Covid-19.
Pada 2015, sebanyak 49.700 jiwa tercatat meninggal lalu pada 2018 menjadi sekitar 47.982 jiwa. Angka kematian melonjak menjadi 60.955 orang pada 2019, tahun 2020 sebanyak 74.310 orang, dan pada 2021 sejumlah 111.088 orang.
Akibatnya, pada periode itu, 68 TPU yang dikelola pemerintah daerah terisi di atas 95 persen. Sejak saat itu, banyak TPU yang hanya melayani pemakaman tumpang dan tidak melayani pembukaan petak makam baru.
Pegiat dari Kemitraan Kota Hijau, Nirwono Joga, melihat Pemprov DKI Jakarta belum punya strategi mengatasi krisis lahan makam. Upaya yang berjalan saat ini masih fokus pada layanan pemakaman dan penambahan lahan dengan cara pembebasan lahan baru untuk makam. Hal itu membutuhkan waktu lama dan pembebasan lahannya pun tidak mudah.
”Jakarta perlu terobosan baru dalam mengelola lahan makam dan pelayanan pemakamannya. Pengelola lahan makam meliputi efisiensi penggunaan lahan makam,” ujar Nirwono (Kompas, 12/6/2023).