www.merdeka.com, Kamis, 14 Oktober 2021
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini masih mengandalkan Tempat Pengolahan Sampah Terkahir (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, untuk mengolah sampah Jakarta. Kemandirian Jakarta untuk mengolah sampah sendiri sedianya mulai ditujukan dengan rencana pembangunan intermediate treatment facility (ITF).
Pemprov DKI berencana membangun 4 ITF yaitu untuk layanan Jakarta wilayah Barat, Timur, Selatan, dan Sunter, Jakarta Utara. Dari empat rencana lokasi, ITF Sunter diproyeksikan menjadi pusat pengolahannya.
Berdasarkan Pergub Nomor 33 Tahun 2018, pekerjaan ITF Sunter dikerjakan oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup saat itu, Syaripudin mengatakan adanya pembangunan ITF Sunter, diharapkan mampu mengurangi beban sampah Jakarta yang ditanggung Kota Bekasi.
“Ditambah lagi dengan ITF Sunter sebagai pusatnya yang mampu mengurangi sampah sebanyak 2.200 ton per hari dan menghasilkan energi listrik sebesar 35 Mega Watt,” terang Syaripudin yang saat itu masih menjabat sebagai (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
Sejak Pergub penunnukan tanggung jawab pembangunan ITF yang diterbitkan pada 2018, hingga 2019 pekerjaan masih belum menunjukan kelanjutan signifikan.
Hingga Agustus 2019, pembangunan unit pengolahan sampah ITF Sunter baru mencapai tahapan pengujian tanah atau setara 2 persen dari keseluruhan proses pembangunan. Masalahnya adalah administrasi.
“Proses administrasi mengurus ‘tipping fee’ itu yang lama, belum negosiasi dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) mau tidak mau itu yang memperlambat pembangunan ITF,” kata Kepala Unit Pengolahan Sampah Terpadu Asep Kuswantoro, Jumat (2/8/2019).
Tipping fee merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai anggaran pemerintah kepada investor ITF Sunter.
Sementara itu, PT Jakpro menargetkan pembangunan konstruksi pada fasilitas pengolahan sampah penghasil listrik ITF Sunter mencapai kemajuan hingga 20 persen di akhir 2019.
Pada 2020, kelanjutan proyek ITF Sunter semakin tersendat akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Satu tahun penuh tak ada kemajuan untuk pembangunan ITF Sunter.
Kabar terbaru, pada 2021, Perusahaan Fortum Power Heat and Oy sebagai investor proyek pembangunan ITF Sunter memutuskan mundur.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Jakpro saat itu, Hanief Arie Setianto, memastikan keputusan tersebut tak menggangu proses pembangunan proyek tersebut.
“Pembangunan ITF ini bukan semata proyek investasi, tapi ini adalah sebuah penugasan. Karena itu penugasan harus ditunaikan,” ucap Hanief, Selasa (29/6/2021).
Dia berpendapat, mundurnya perusahaan asing dari proyek pembangunan ITF semata-mata sebagai kalkulasi dampak pandemi Covid-19. Sehingga investasi di pembangunan pengolahan sampah di Jakarta dianggap belum menjadi prioritas saat ini.
“Mitra kami dengan adanya pandemi ini melakukan review dan sampai pada kesimpulan bahwa mereka akan memprioritaskan lagi investasi mereka. Dan unfortunately, investasi di Indonesia ini belum menjadi prioritas,” ucapnya.
Pemprov DKI kemudian bergegas mengendalikan sampah-sampah ibu kota agar tidak menambah beban Bantargebang, Kota Bekasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang baru dilantik pada 13 Oktober 2021, Asep Kuswanto menyampaikan Pemprov DKI akan membangun 2 fasilitas pengolahan sampah baru dan sampah lama. Kapasitas masing-masing jenis sampah 1.000 ton per hari.
Asep mengatakan, pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang akan dikerjakan mulai tahun ini, mempertimbangkan kondisi tempat pembuangan sampah Bantargebang, Kota Bekasi, sudah kritis.
“Kapasitas bantargebang ya bisa dikatakan memang sudah kritis yah makanya kita tahun ini sedang berupaya membangun dua fasilitas di Bantargebang,” ucap Asep di Balai Kota, Rabu (13/10).
Asep menjelaskan, sistem yang akan digunakan dalam pengolahan ini dinamakan refused derived fuel (RDF). Hasil dari olahan sampah ini nantinya menjadi batubara muda yang biasanya dimanfaatkan pada industri semen.
Asep merinci setiap 1.000 ton hasil olahan sampah menghasilkan sekitar 750 ton RDF.
Hasil olahan sampah bahkan sudah dibahas akan dibeli oleh perusahaan semen, PT Solusi Bangun Indonesia (SBI). Kendati belum ada kesepakatan harga, namun merujuk pengolahan RDF di Cilacap nilai beli untuk hasil RDF adalah Rp300.000 per ton.
“Kalau harganya kita memang belum ada kesepakatan, tetapi kalau melihat best practice yang sudah dilakukan Pemkab Cilacap itu Rp300.000 per ton,” ucapnya.
Ia mengamini nilai tersebut terkesan murah, namun jika dibandingkan nilai investasi Pemprov untuk pembangunan ITF, Sunter, Jakarta Utara, nilai Rp300.000 dapat dipertimbangkan. Sementara investasi Pemprov untuk pembangunan dua pengolahan sampah di Bantargebang kurang lebih Rp905 miliar.
“Total kita Rp905 miliar insya allah konstruksi mulai Desember tahun ini,” sebutnya. [bal]