Jumat, 23 Juli 2021 | 13:31 WIB
Oleh : Fana F Suparman / JEM
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sejumlah masukan terkait penyaluran Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Sejumlah masukan itu disampaikan KPK dalam rapat koordinasi yang diselenggarkan oleh Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian pada Rabu (21/7/2021).
“Dalam rapat tersebut, KPK menyampaikan beberapa catatan sebagai pembelajaran untuk pelaksanaan ke depan dari pelaksanaan penyaluran bantuan yang telah dilakukan pada 2020,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Jumat (23/7/2021).
Dipaparkan, sejumlah catatan tersebut antara lain pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataan artinya bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan. Dikatakan, Kementerian Koperasi dan UKM perlu secara aktif mendekati daerah-daerah yang terdampak berat dari pandemi ini, misalnya daerah yang tergolong miskin.
“Namun, Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima. Sehingga, terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja, meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa,” kata Firli.
Selain itu, KPK juga meminta data penerima bantuan disesuaikan dengan temuan lapangan BPKP dan BPK tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan pada program sebelumnya. Seluruh calon penerima, kata Firli, harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain. Misalnya, pengujian dengan data ASN berbasis NIK yang ada di BKN.
“Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program Prakerja dan program bantuan lainnya,” katanya.
Firli menekankan, KPK terus mengawal program pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah satunya dengan mendukung upaya pengawasan terhadap pemberian BPUM sejak 2020 dengan membuka kanal pengaduan masyarakat langsung di JAGA.ID.
“Keluhan yang kami terima terkait penyaluran BPUM yang tercatat pada JAGA.ID total berjumlah 763 laporan, terdiri dari 642 laporan di tahun 2020 dan 121 laporan hingga Juli 2021,” terangnya.
Menurut Firli, mayoritas keluhan yang disampaikan antara lain tentang tidak tercantumnya data penerima dalam penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria memenuhi syarat; ketidakakuratan data penerima, yang bersangkutan dihubungi bahwa akan menerima BPUM sementara rekening bank berbeda, sehingga justru akhirnya tidak menerima bantuan.
“Serta, informasi tentang BPUM secara umum, kriteria, tata cara dan sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program ini masih perlu diperbaiki,” kata Firli.
Firli mengatakan, keluhan terbanyak untuk pelaporan tahun 2020 tercatat berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sedangkan di tahun 2021, tercatat keluhan paling banyak dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
“Demi mendorong publikasi dan meningkatkan literasi masyarakat tentang program ini, melalui aplikasi JAGA.ID, KPK juga menyediakan informasi mengenai program BPUM yang berisi antara lain tentang siapa yang berhak menerima bantuan, proses pendaftaran, besaran BPUM, dan lainnya,” kata Firli.