www.kompas.com, Jumat, 12 Maret 2021
PT Delta Djakarta Tbk ramai diperbincangkan setelah Pemprov DKI Jakarta terus berusaha melepas saham di perusahaan pemegang lisensi dan produsen minuman beralkohol atau bir tersebut. PT Delta memiliki sejarah panjang sebelum sahamnya sebesar 26,25 persen dimiliki Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini. Plt Kepala Badan Pembina Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Riyadi memberikan pemaparan sejarah mengenai PT Delta Djakarta Tbk yang berdiri sejak 1931. “Didirikan oleh kelompok usaha Jerman bernama Archipel Brouwerji NV,” kata Riyadi dalam acara diskusi virtual, Rabu (10/3/2021).
Perusahaan tersebut mulai beroperasi tahun 1932 sekaligus menjadi produsen bir pertama di Indonesia. Archipel Boruweij NV membawa brand Anker Bir ke Indonesia dan meraih sukses penjualan di masanya. Berjalan 10 tahun, Anker Bir diambil alih oleh perusahaan swasta Belanda. Kala itu pemerintah Belanda masih berkuasa di tanah nusantara. Namun tak berselang lama, pendudukan Jepang di tahun 1942 juga turut memindahkan Anker Bir ke tangan perusahaan milik Jepang.
Dinasionalisasi
Setelah Indonesia merdeka, perusahaan bir tak langsung pindah di bawah kuasa pemerintahan Indonesia. Baru tahun 1957, perusahaan bir itu diserahkan ke Perusahaan Negara Budjana Tirta oleh Departemen Perindustrian Indonesia. “Tahun 1964 kepemilikannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan namanya diganti menjadi PD Budjana Jaya,” kata Riyadi.
Perubahan nama menjadi PT Delta Djakarta tidak langsung diusulkan saat perusahaan tersebut resmi diserahkan ke Pemprov DKI. Setelah enam tahun berjalan, baru muncul nama PT Delta Djakarta untuk menggantikan nama sebelumnya yang masih berkaitan dengan Perusahaan Negara (PN) Budjana Tirta. Berjalan 13 Tahun, tepatnya di tahun 1983, PT Delta Djakarta resmi didaftarkan menjadi perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya yang saat ini Bursa Efek Indonesia.
Modal Pemprov DKI Rp 679 juta Pada era kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin tahun 1970, Delta Djakarta mendapat modal dasar untuk dijadikan perseroan senilai Rp 679.172.100, Pemprov DKI Jakarta saat itu mendapat jatah saham sebesar 2.500 saham, atau 76,9 persen dari kepemilikan saham PT Delta Djakarta. Sisanya 750 lembar saham atau 23,1 persen dari total saham dipegang oleh NV Bierbroweu de Drie Hoepijzers. Setelah resmi didaftarkan di bursa efek Indonesia, Pemprov DKI menambah kepemilikan saham PT Delta Djakarta menjadi 810.600 lembar saham, dengan proporsi kepemilikan 35 persen. Tahun 1993 ditambah menjadi 4.204.014 lembar saham, proporsi kepemilikan 30 persen. Tahun 2000 dengan lembar saham yang masih sama, proporsi kepemilikan turun 26,25 persen. Terakhir tahun 2015, kepemilikan saham DKI Jakarta sebanyak 210.200.700 lembar saham, namun proporsi kepemilikan tetap sama di angka 26,25 persen. Meski secara lembar saham milik Pemprov DKI meningkat, akan tetapi proporsi kepemilikan saham justru semakin menurun. Riyadi mengatakan, penyebabnya adalah mitra pemilik saham semakin banyak memiliki saham yang ada di PT Delta Djakarta yang semakin berkembang. “Penurunan (proporsi) ini terjadi karena ada penambahan (jumlah) saham dari mitra pemilik saham yang lain,” kata Riyadi. Hingga saat ini Pemprov DKI Jakarta masih memegang 26,25 persen saham PT Delta Djakarta atau sebanyak 210.200.700 lembar saham. Sedangkan saham mayoritas dipegang oleh San Miguel Malaysia Pte dengan kepemilikan 58,33 persen atau 467.061.150 lembar saham. Sisanya 15,41 persen atau sejumlah 123.397.200 lembar saham dimiliki oleh publik.
Janji kampanye Anies
Riyadi menjabarkan, keuntungan Pemprov DKI dari penanaman saham ke PT Delta Djakarta Tbk masuk dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Deviden dengan rata-rata per tahun Rp 50 miliar,” kata Riyadi. Meski selalu memberikan deviden, saham milik Pemprov DKI di PT Delta Djakarta tetap akan dijual karena berkaitan dengan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal tersebut tertuang dalam Amanat RPJMD tahun 2017-2022 dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018.
PT Delta Djakarta dinilai sebagai salah satu bisnis yang relevan dengan arah pembangunan DKI Jakarta. Kepemilikan saham di Delta Jakarta juga dinilai tidak memberikan manfaat umum untuk masyarakat DKI Jakarta. Alasan lain Pemprov DKI menjual saham PT Delta Djakarta untuk mengoptimalisasi kemanfaatan bagi pembangunan di Jakarta. Riyadi menjelaskan, jika saham Delta Djakarta dijual, Pemprov DKI akan mendapat uang Rp 800 miliar dan bisa menggunakan uang tersebut untuk pembangunan sekolah, rumah sakit hingga sambungan air bersih. Namun, pelepasan saham tersebut belum mendapatkan dukungan penuh dari DPRD DKI Jakarta. Setidaknya, baru Fraksi PKS, PAN, dan Golkar yang mengaku mendukung penjualan saham itu. Badan Pembina BUMD DKI Jakarta sudah empat kali mengirim surat permohonan persetujuan ke DPRD DKI Jakarta soal penjualan saham di PT Delta Djakarta. Keempat surat itu isinya sama, yaitu permohonan Pemprov DKI Jakarta agar DPRD DKI Jakarta menyetujui rencana penjualan saham PT Delta. Terakhir, surat dikirim 4 Maret 2021 dan belum mendapat tanggapan hingga saat ini. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai tak ada alasan genting Pemprov DKI Jakarta mengajukan penjualan saham perusahaan bir PT Delta Djakarta Tbk. Dia mempertanyakan kepada Pemprov DKI Jakarta mengapa begitu ngotot menjual saham perusahaan bir tersebut. “Ini ada apa? Ada apa orang yang menggebu-gebu untuk menjual (kepemilikan saham) PT Delta,” kata Pras.
Menurut Pras, perusahaan bir tersebut tidak memiliki masalah yang merugikan Pemprov DKI Jakarta. DKI Jakarta sendiri secara historis tidak pernah menyuntikan saham ke perusahaan tersebut. Menurut dia, kepemilikan sahan Pemprov DKI dari PT Delta sudah ada di masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Saat itu pemerintah pusat hendak melakukan intervensi kepada perusahaan bir yaitu Bir Bintang yang hampir kolaps. Sehingga dibuatlah PT Delta untuk mengatasi gonjang-ganjing kebangkrutan Bir Bintang. “Itu kan ada persoalan di bir bintang pada saat itu, zaman Pak Ali. Bagaimana pemerintah masuk ke dalam? Enggak bisa ke Bir Bintang maka kita (pemerintah saat itu) buatlah PT Delta,” kata Pras. Kemudian pemerintah pusat menyerahkan PT Delta ke pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov DKI untuk dikelola. Dia meminta agar Pemprov DKI Jakarta tidak mengukur kebijakan dengan tolok ukur agama dalam penjualan saham PT Delta tersebut. “Jadi bukan masalah agama, halal tidak halal. Jangan dimasukan ke ranah itu,” kata Pras.