Liputan6.com, Senin 8 Februari 2021
Pendapatan pajak DKI Jakarta tidak mencapai target pada 2020. Pajak daerah yang terkumpul hanya Rp 31,8 triliun dari target Rp 32,64 triliun.
“Realisasinya di posisi Rp 31,8 triliun,” kata Asisten Perekonomian dan Keuangan Pemprov DKI Jakarta, Sri Haryati, dalam Webinar Percepatan Ekonomi Sosial: Apa yang Menjadi Prioritas?, Jakarta, Minggu, (7/2/2021).
Target tersebut merupakan hasil revisi dari yang sebelumnya ditargetkan Rp 50,1 triliun. Asumsinya, target ini disusun saat posisi pendapatan APBD di tahun 2020 sebesar Rp 87,9 triliun.
Penurunan pendapatan pajak ini terjadi di 13 jenis pajak yang biasa diterima Pemda DKI Jakarta. Hanya pajak dari cukai rokok saja yang melebihi target yang ditetapkan.
“Saya kira bisa dikatakan kami ada 13 jenis pajak hampir semuanya terkoreksi, yang meningkat itu hanya satu yaitu di Pajak rokok itu ia bahkan melebihi dari target,” kata dia.
Dana Bagi Hasil (DBH) yang diprediksi mencapai Rp 18,3 triliun pun meleset. Realisasinya, DBH hanya Rp 13,6 triliun. Sehingga, secara total, pajak penerimaan di DKI Jakarta terkoreksi hingga 30 persen.
“Jadi kalau dari segi pajak 2020 itu kira–kira terkoreksi sampai 20 persen sampai 30 persen penerimanya di DKI,” lanjut Sri.
Pemerintah DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak tahun 2021 sebesar Rp 43,3 triliun. Untuk mencapai target tersebut, upaya digitalisasi pun dilakukan demi memudahkan pembayaran pajak.
“Dari sisi digitalisasi itu ya online untuk pelaporan pajak seperti pajak hotel, restoran, hiburan juga kami upayakan,” kata Sri Haryati.
Selain menarik pajak dengan cara elektronik, Pemda juga akan memaksimalkan penarikan pajak dari pendapatan pajak daerah. Pihaknya akan mencatat sumber pendapatan seperti dari Pajak Bumi Bagunan (PBB) dan sebagainya sesuai dengan kondisi terkini.
“Ini juga untuk betul–betul bisa mencatat PBB dan lain–lainnya sesuai dengan kondisi real–nya seperti itu,” kata dia.
Namun, berbagai relaksasi yang diberikan Pemda tahun 2020 lalu akan tetap diteruskan. Sebab kondisi perekonomian terpantau belum menunjukkan perbaikan.
“Walaupun kita melihat bahwa dalam kondisi ekonomi seperti ini relaksasi–relaksasi yang 2020 dilakukan itu 2021 juga tetap akan kita lakukan,” jelas dia.