Kepala BPKH: Waspada Hoax, Ini Fakta Lengkap Dana Haji

Jakarta, Beritasatu.com – Kepala Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengungkapkan adanya informasi simpang-siur terkait dana haji mengemuka di tengah masyarakat, namun sayangnya informasi itu dipastikan tidak benar.

Menurut Anggito, ada beberapa informasi yang tidak benar beredar di masyarakat terkait dana haji tersebut. Pertama terkait pembatalan pemberangkatan jemaah haji 1442H/2021M yang dikait-kaitkan dengan alasan keuangan, Anggito memastikan dengan tegas bahwa informasi itu salah.

“Alasan utamanya adalah kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji sesuai dengan Keputusan Menteri Agama/KMA 660/2021,” tuturnya saat webinar terkait dana haji, Senin, 7 Juni 2021.

Anggito juga menepis bahwa pembatalan tersebut berkaitan dengan tunggakan Pemerintah Indonesia terkait pembayaran pelayanan atau akomodasi di Arab Saudi.

“Tidak ada, dalam laporan Keuangan (LK) BPKH sampai dengan LK 2020 tidak ada catatan utang dalam kewajiban BPKH kepada pihak penyedia jasa perhajian di Arab Saudi. Semua itu tercantum di Laporan Keuangan BPKH (2019 audited dan 2020 unaudited),” katanya.

Terkait isu BPKH mengalami kesulitan keuangan dan gagal investasi, Anggito juga tidak membenarkan. Menurutnya, saat ini BPKH dalam kondisi sangat sehat. Sebagai catatan, tahun 2020 BPKH membukukan surplus keuangan sebesar lebih dari Rp 5 triliun dan dana kelolaan tumbuh lebih dari 15%. Semua itu juga tercatat di Laporan Keuangan BPKH 2020 (unaudited BPKH).

Ia juga menambahkan, investasi BPKH tidak dialokasikan ke pembiayaan infrastruktur. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 mengatur jenis-jenis instrumen investasi yang dilakukan BPKH, salah satunya instrumen investasi langsung. Tidak ada investasi langsung untuk pembiayaan infrastruktur.

“Sebagian besar investasi BPKH ada di instrumen surat berharga syariah yang dilaksanakan dan dijamin oleh pemerintah RI sesuai dengan UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Seluruh investasi BPKH dilakukan melalui instrumen syariah dengan tujuan mengoptimalkan nilai manfaat untuk kepentingan jemaah haji dan dengan tetap menjaga likuiditas dana haji untuk penyelenggaraan haji setiap tahunnya,” tuturnya.

Anggito juga menegaskan tak ada fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait investasi infrastruktur BPKH. “Yang ada adalah Ijtima Ulama 2012 Fatwa tentang Pengembangan Dana Haji di Instrumen Perbankan Syariah dan Sukuk,” terangnya.

Hasil Ijtima Ulama 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List) di Poin C nomor 1 berbunyi, “Dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama, boleh ditasarufkan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.”

BPKH juga selalu izin kepada pemilik dana saat melakukan investasi. Izin tersebut dalam bentuk surat kuasa (akad wakalah) dari jemaah haji kepada BPKH sebagai wakil yang sah dari jemaah untuk menerima setoran, mengembangkan, dan memanfaatkan untuk keperluan jemaah melakukan perjalanan ibadah haji.

Untuk keamanan, BPKH memastikan bahwa dana haji di Bank Syariah telah dijamin oleh LPS. “Dana haji milik jemaah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan jadi terlindungi dari gagal bayar sesuai dengan Surat LPS nomor S-001/DK01/15 Januari 2020,” lanjut Anggito.

Tak hanya itu, dana haji juga sudah diaudit oleh BPK yang tertuang di LK BPKH 2018 & 2019 dengan opini WTP. “Untuk LK BPKH 2020 masih dalam proses audit oleh BPK,” ujarnya.

Terakhir, ia juga menegaskan bahwa dana lunas tunda jemaah haji akan mendapatkan nilai manfaat dari BPKH. “Jemaah mendapatkan nilai manfaat dari dana lunas pada tahun 2020 dan 2021. Hal ini bisa dicek di va.bpkh.go.id mengenai alokasi dana ke rekening virtual,” tutupnya.

Sumber: BeritaSatu.com