Hakim Tolak Praperadilan MAKI soal Pembelian Lahan Cengkareng Era Ahok

MAKI
Putusan praperadilan di PN Jaksel (Dwi Andayani/detikcom)
Jakarta -Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait tidak sahnya penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian tanah Cengkareng. Hakim menilai MAKI tidak dapat memberikan bukti.

“Menolak gugatan praperadilan karena tidak ada bukti dari pemohon,” ujar hakim tunggal Yosdi dalam persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (8/12/2020).

“Tidak menjadi kewenangan praperadilan, karena penghentian penyidikan materil tidak diatur. Serta tidak adanya bukti kasus dihentikan atau SP3,” imbuh hakim.

Surat ini disebut dikeluarkan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada tanggal 2 Oktober 2020. Teregistrasi dengan nomor B/16327/X/RES.3.3./2020.Dalam pertimbangannya, hakim mempertimbangkan jawaban jaksa. Salah satunya terkait adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Tidak hanya itu, hakim juga mempermasalahkan legal standing MAKI. Hal ini karena telah habisnya izin MAKI sebagai organisasi.

Diketahui, MAKI mengajukan praperadilan terkait tidak sahnya penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian tanah Cengkareng. Praperadilan tersebut diajukan terhadap Kabareskrim hingga KPK.

Permohonan praperadilan itu dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (30/11/2020). MAKI mengajukan praperadilan terhadap Kabareskrim sebagai termohon I, Kapolda Metro Jaya sebagai termohon II, Kajati DKI Jakarta sebagai termohon III, dan Ketua KPK sebagai termohon IV.

Dalam berkas permohonannya, diduga kasus tersebut telah dihentikan karena belum ada perkembangan kasusnya. Selain itu, hingga saat ini, tidak terdapat tersangka dari penyidikan yang dilakukan Termohon I dan Termohon II.

Untuk diketahui, kasus pembelian lahan di Cengkareng, Jakbar, ini bermula pada 2015, ketika Pemprov DKI Jakarta melakukan pembelian lahan seluas 46 hektare yang direncanakan untuk pembangunan rumah susun, dengan harga Rp 668 miliar dengan dana yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta. Padahal tanah itu disebutkan milik Pemprov DKI, tapi pembelian dilakukan Dinas Perumahan pada seseorang yang mengaku memiliki lahan itu.

BPK kemudian melakukan klarifikasi terkait pembelian lahan oleh Pemprov DKI untuk Rusun di Cengkareng Jakarta Barat. BPK menilai ada dugaan pembelian yang menyimpang dan berpotensi merugikan negara.Pembelian lahan itu mendapat sorotan dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI saat itu. Ahok menuding ada mafia dalam pembelian tanah itu. Ia meminta BPK melakukan audit.

BPK kemudian melakukan klarifikasi terkait pembelian lahan oleh Pemprov DKI untuk Rusun di Cengkareng Jakarta Barat. BPK menilai ada dugaan pembelian yang menyimpang dan berpotensi merugikan negara.