BPK Segera Rampungkan Audit Pengelolaan Bansos Penanganan Covid-19

Selasa, 8 Desember 2020 | 19:22 WIB

Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengapresiasi kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membongkar kasus dugaan duap pengadaan bantuan sosial (bansos) Jabodetabek untuk penanganan Covid-19 yang telah menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara. BPK tengah mengaudit pengelolaan bantuan sosial untuk penanganan Covid-19.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menyatakan, proses penegakan hukum yang dilakukan KPK perlu didukung sebagai bagian perjuangan menghadapi pandemi virus corona. “Penegakan hukum oleh KPK saya pikir sesuatu yang penting untuk kita cermati dan apresiasi bersama. Ini adalah upaya kita bersama, perjuangan kita untuk menghadapi Covid-19. Supaya Indonesia bertahan, pulih, dan bangkit. Semua yang dilakukan untuk itu mari kita dukung bersama, kita dukung proses penegakan hukumnya,” kata Agung Firman di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/12/2020).

Agung Firman mengatakan, BPK tengah mengaudit pengelolaan bantuan sosial untuk penanganan Covid-19. Hasil audit tersebut ditargetkan rampung dan akan disampaikan BPK pada Januari 2021. “Kami lakukan audit, audit nanti disampaikan laporan hasil pemeriksaannya rencananya akan dilaksanakan pada akhir Januari 2021 atau awal Februari,” katanya.

Namun, Agung Firman mengaku belum dapat menyampaikan isi audit tersebut. Hal ini lantaran proses audit belum rampung dikerjakan BPK. “Saya tidak mungkin sampaikan isinya karena tidak diperkenankan karena kan itu pelanggaran kode etik menyampaikan laporan hasil pemeriksaan sebelum LHP-nya diselesaikan,” katanya.

Diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian I.M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos wilayah Jabodetabek untuk penanganan Covid-19. Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso. Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Sumber:BeritaSatu.com