Banyak Ruginya? KAI Berhak Tolak Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta

Bisnis Indonesia, Rabu 20 Januari 2021

Banyak Ruginya? KAI Berhak Tolak Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI berhak menolak akuisisi saham mayoritas PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) oleh PT MRT Jakarta (MRTJ) apabila tidak menguntungkan perseroan.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengharapkan lebih baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lebih berperan aktif mengatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) karena dilakukan untuk kepentingan nasional dan bukan sebaliknya.

Deddy menjabarkan dalam akuisisi PT KAI dan PT MRT Jakarta akan melahirkan perusahaan baru bernama PT MITJ, sebagai pelaksana integrasi moda transportasi. Secara komposisi, kepemilikan saham PT MRT Jakarta dalam perusahaan ini lebih besar dengan sebesar 51 persen dan PT KCI menyumbang saham 49 persen.

“Sebagai perusahaan Induk, yakni PT KAI juga berhak menolak untuk akuisisi saham mayoritas KCI oleh MRTJ, apabila tidak menguntungkan perseroan KAI dan anak perusahaannya,” ujarnya, Rabu (20/1/2021).

Dia juga mendapati sejumlah persoalan lain bermunculan dengan adanya akuisisi ini, termasuk aset di luar stasiun KCI merupakan Barang Milik Daerah (BMD). Pemprov DKI Jakarta diharapkan membuat aturan teknis Transit Oriented Development (TOD) yang jelas, tidak hanya diserahkan kepada MRTJ sebagai operator Kereta Api.

Deddy juga berpendapat dibandingkan dengan proses akuisis lebih masuk akal adanya pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) untuk integrasi antar moda seperti halnya holding company untuk pengelolaan transportasi pada Greater Tokyo, Greater Berlin, Greater Paris dan Greater London. Semua moda transportasi masuk dalam holding tersebut.

Hal tersebut dapat diaplikasikan di Indonesia sehingga BLU–nya dapat membawahi KCI, Railink, MRTJ, LRTJ, Damri, TransJakarta, Mayasari Bakti, Lorena, Steady Safe, Lorena, Taxi BlueBird, Angkot KWK dan lain–lainnya.

Menurutnya, integrasi antar moda tidak selalu harus integrasi korporasinya tetapi lebih terintegrasi infrastrukturnya, pembayarannya, waktu alih modanya dan aplikasinya.